Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi III DPR RI Yakobus Jacki Uly mendorong agar dalam Rancangan UU Komisi Yudisial (RUU KY) dapat mengembalikan kewenangan Komisi Yudisial untuk mengawasi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini disampaikan Yakobus Jacki Uly usai menghadiri diskusi publik di Aula Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Provinsi NTT, terkait Penguatan Komisi Yudisial Melalui Advokasi Perubahan Kedua Rancangan Undang-Undang Komisi Yudisial Nomor 22 Tahun 2004. Hadir pula dalam kesempatan itu Dosen Hukum Tata Negara Undana, Yohanes Saryonota, Jumat (10/11/2023).
Dalam keterangan kepada media, pensiunan Inspektorat Jenderal Polisi itu menjelaskan RUU tersebut, sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional Penyusunan Undang-Undang (Prolegnas) dan sudah mulai dibahas untuk perubahan Undang-Undang KY itu.
Menurut Politisi Fraksi Partai NasDem ini, awal tahun 2024 sudah harus gencar dibahas karena banyak sekali hal-hal yang ganjil. Sehingga, dirinya selaku Anggota Komisi III DPR RI yang bermitra dengan Komisi Yudisial, perlu melakukan diskusi publik di Undana Kupang untuk menggalang masukan akademis maupun mahasiswa karena banyak sekali ruang gerak KY dibatasi.
“Kita bisa melihat pembatalan KY mengawasi para hakim konstitusi. Selaku legislator saya memberi masukan karena melihat kelemahan-kelemahan yang terjadi terutama keputusan hakim yang lemah sehingga perlu dibahas di DPR RI Komisi III,” tandas dia.
Komisi III DPR RI, jelasnya, ingin membuat supaya Komisi Yudisial Indonesia lebih kuat dan memiliki kewenangan melalui RUU perubahan kedua Komisi Yudisial Nomor 22 Tahun 2004. ”Sehingga,pada periode mendatang Komisi III DPR RI ingin agar KY memiliki kewenangan memutuskan sanksi terhadap hakim nakal,” tutupnya.
Diketahui, pada 2006 lalu, Mahkamah Konstitusi pernah memutuskan menerima sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Komisi Yudisial yang diajukan 31 hakim agung. Dalam keputusan tersebut, Mahkamah Konstitusi memutuskan Komisi Yudisial tak berwenang mengawasi hakim agung dan hakim konstitusi karena Undang-Undang Komisi Yudisial dianggap belum sempurna.
Mahkamah Konstitusi berpendapat segala ketentuan Undang-Undang Komisi Yudisial yang menyangkut pengawasan harus dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal itu sebagaimana disampaikan kata Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Jimly Asshiddiqie,membacakan putusannya di gedung Mahkamah Konstitusi.
Menurut Mahkamah, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial tak mengatur secara terperinci prosedur, subyek, obyek, instrumen, dan proses pengawasan. Itu sebabnya, semua ketentuan pengawasan itu kabur dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Untuk mengisi kekosongan hukum soal tugas, Mahkamah menyatakan undang-undang tadi harus direvisi.
Mahkamah Konstitusi merekomendasikan kepada DPR dan Presiden untuk segera mengambil langkah-langkah penyempurnaan Undang-Undang Komisi Yudisial, ujar Jimly. Pengawasan terhadap hakim agung untuk sementara dikembalikan kepada pengawasan internal Mahkamah Agung selama perbaikan undang-undang.
Mahkamah Konstitusi menilai pengawasan terhadap hakim konstitusi oleh Komisi Yudisial bertentangan dengan konstitusi karena hakim konstitusi tidak termasuk hakim yang perilaku etiknya diawasi Komisi, sesuai dengan Undang-Undang Komisi Yudisial. Hakim konstitusi diawasi oleh Majelis Kehormatan sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano
Arbie Marwan