Jakarta, aktual.com – Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam APBN 2016 yang sempat ditolak DPR akhir tahun lalu sebesar Rp40 triliun, ternyata kabarnya masih bisa dicairkan saat ini.
Kabarnya, ketika waktu itu DPR menolaknya, ternyata ada satu kesepakatan yang menyebutkan saat pembahasan Rancangan APBN Perubahan (RAPBN-P) 2016, PMN itu sudah bisa dicairkan.
Bahkan kali ini, PMN kembali ditambah dengan adanya PMN sebesar Rp13 triliun ke PT PLN (Persero) yang diajukan dalam RAPBN-P 2016 itu. Sehingga total PMN-nya menjadi sekitar Rp53 triliun.
“Sangat disayangkan PMN itu masih ada, di saat kinerja BUMN kita sangat tidak efisien,” cetus anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Idris Laena, di Jakarta, Kamis (16/6).
Selama ini pemerintah selalu berdalih, kinerja BUMN dilihat dari hitungan bayar pajak dan dividennya, serta penyerapan tenaga kerjanya. Padahal, jika hanya melihat faktor-faktor itu saja, perusahaan swasta juga bisa. Apalagi BUMN itu sudah digelontorkan banyak PMN.
“Mestinya yang bisa dilakukan lebih dari itu. Yaitu kontribusi lebih nyata terhadap rakyat. Terlebih BUMN itu sebagai agent of development,” jelas Idris.
Kata dia, banyak perusahaan swasta yang selama ini bayar pajak lebih tinggi dan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak, tapi mereka tidak mendapat dispensasi yang lebih lagi.
“Tapi kenapa BUMN itu harus mengemis PMN sementara kinerja makin tidak efisien? Kita juga bisa bedah, berapa sib BUMN yang untung dan BUMN yang merugi terus?” tegas politisi Partai Golkar itu.
Idris juga menyoroti kinerja bank-bank BUMN yang justru melanggengkan praktik monopoli dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR)-nya.
Apalagi memang, kata dia, di saat pemerintah menerapkan kebijakan pemangkasan anggaran untuk efisiensi, tapi pemerintah malah menggelontorkan banyak PMN.
Di tempat yang sama, anggota Komisi VI DPR lainnya, Bambang Haryo Soekartono menyebutkan, besarnya PMN yang ada dalam RAPBN-P 2016 itu harus dibahas terlebih dahulu.
“Kami di Komisi VI belum mengetahui secara pasti tentang perkembangan PMN. Kami hanya tahu dari media. Pemerintah jangan diam-diam mengajukan PMN ke Banggar (Badan Anggaran) DPR, harus terlebih dahulu dibahas di sini (Komisi VI),” jelas Bambang.
Ditambah lagi, kondisi BUMN saat ini cukup mengkhawatirkan seperti PLN. Justru terkadang BUMN-BUMN itu berkinerja kurang baik, bahkan dapat melahirkan praktik kartel.
“Selama ini ada kartel BBM dan kartel listrik. Bahkan kartel listrik di PLN yang menjual liatrik mahal semakin menyakitkan lagi. Ini jauh lebih kejam dari kartel daging,” kecam dia.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan, PMN di APBN induk yang di akhir Oktober lalu ditolak DPR, saat ini ketika APBNP 2016 dibahas sudah bisa dicairkan.
“Sehingga mulai saat ini sudah bisa dibicarakan mekanisme pencairannya,” jelas Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, saat raker mewakili Menteri BUMN dengan Komisi VI DPR.
Ditamban PMN untuk PLN, maka total PMN di APBN-P 2016 akan berjumlah Rp53 triliun. “Tapi sebelumnya, PMN itu bentuknya fresh money. Tapi yang kami berikan ke PLN itu non cash,” ujar Menkeu.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan