Terdakwa Kasus Penistaan Agama yang juga Gubernur non Aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menghadiri sidang lanjutan ke-9 di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/2/2017). Sidang ke-9 tersebut menghadirkan 2 orang saksi fakta dari kepulauan seribu dan 1 orang saksi. Foto/merdeka.com-Pool/M. Luthfi Rahman

Jakarta, Aktual.com – Komisi II DPR RI menilai gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah harus diberhentikan sementara dari jabatannya karena statusnya yang kini sebagai terdakwa kasus penistaan agama.

Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Baidowi menjelaskan, UU 23/2014 jo UU 9/2015 tentang Pemerintah daerah pasal 83: (1) kepala daerah/wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana yang diancam 5 tahun penjara.

Ayat (2) kepala daerah dimaksud diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.

“Maka dari itu, dalam konteks Ahok harus dilihat ancaman pidananya berapa tahun. Nah, kata didakwa sebagaimana ayat (1) tersebut berarti ketika menjadi terdakwa ataukah ketika jaksa mengajukan tuntutan? Kemudian ayat (2) disebutkan harus ada register di pengadilan. Apakah dua ketentuan tersebut sudah dialami oleh Ahok?,” ujar anggota Komisi II Ahmad Baidowi di Jakarta, Rabu (8/2).

Karenanya, ia mempertanyakan sikap Menteri Dalam Negeri, Tjahyo Kumolo yang belum melayangkan sanksi terhadap Ahok.

“Memang register belum di dapat? Kalau statement terakhir, mendagri menunggu tuntutan jaksa,” katanya.

Meski demikian, dirinya tak ingin menduga-duga alasan diulurnya status terpidana Ahok lantaran berlatar belakang kepentingan Pilkada agar petahana tersebut dapat melanjutkan kontestasi pilgub di DKI Jakarta.

“Saya tidak melihat ke sana, karena meskipun berstatus terdakwa yang bersangkutan masih bisa lanjut pilkada sesuai UU 10/2016 dan PKPU 9/2016,” jelas Politisi PPP ini.

“Dan mengenai pemberhentian sementara, saya kira pemerintah wajib tunduk pada UU,” pungkasnya.

(Laporan: Nailin)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka