Jakarta, Aktual.com- Anggota Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha mengaku terkejut mendengar kabar bawa Indonesia dipaksa untuk memangkas produk minyak melalui hasil pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC/ Organization of the Petroleum Exporting Countries).
Menurut Satya, keterikatan itu tidak sesuai dengan apa yang disampaikan pemerintah kepada DPR sewaktu ingin bergabung kembali dengan OPEC pada awal tahun 2016 lalu.
Saat itu pemerintah meyakinkan DPR dengan alasan bahwa partisipasi pemerintah hanya sebatas observer yang tidak terikat dengan keputusan organisasi itu.
“Saya jujur agak terkejut, karena dulu yang disampaikan bahwa Indonesia hanya sebagai observer bukan full membership. Mengingat kita bukan negara pengekspor. Kita pengimpor!” Kata Satya kepada Aktual.com Kamis (1/12)
Dia melanjutkan, “Padawaktu itu kita diyakinkan bahwa masuknya sebagai observer maka kita bisa berhubungan dengan para produsen minyak, supaya bisa dimanfaatkan agar kalau kita mengimpor akan mendapatkan harga yang murah dan bagus, karena kedekatan kita dengan negara-negara produsen tersebut,” ujarnya.
Alhasil pada waktu itu DPR memberikan lampu hijau untuk bergabung dengan OPEC, karena memang diyakini bahwa dengan status observer, tidak terkena dampak kebijakan penurunan atau penaikan tingkat produksi sebagaimana yang dialami oleh negara-negara peserta penuh.
Namun dengan tekanan agar menurunkan produksi tersebut, membuat Indonesia keluar dari OPEC. Dengan pembekuan keanggotaan ini, Indonesia tercatat sudah dua kali membekukan keanggotaan di OPEC. Pembekuan pertama pada tahun 2008, efektif berlaku 2009. Indonesia memutuskan kembali aktif sebagai anggota OPEC pada awal 2016.[Dadangsah Dapunta]
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid