Sejumlah penambang masih mengangkut material tanah mengandung emas menggunakan sepeda motor dari areal pertambangan ilegal di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Pulau Buru, Maluku, Selasa (17/11). Tim Gabungan menghentikan aktivitas penambangan ilegal dan mengeluarkan ribuan penambang dan menutup areal tambang Gunung Botak seluas 250 hektar karena mengalami kerusakan lingkungan sangat parah akibat penggunaan merkuri dan sianida sejak tahun 2011. ANTARA FOTO/Jimmy Ayal/foc/15.

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VII DPR, Harry Poernomo menuntut pemerintah agar bertindak tegas untuk menagih piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari para kontraktor pertambangan.

Menurutnya, persoalan ini sudah terlalu berlarut-larut. Sudah selayaknya kasus ini ‘naik ke meja penegak hukum’.

“Kita punya piutang harus ditagih, kalau tidak ditagih, jadi kerugian negara, harus digiatkan lagi penagihannya. Kalau perlu, bawa ke ranah hukum,” tegasnya kepada Aktual.com, Minggu (2/4).

Kemudian ungkapnya, Komisi VII DPR sendiri telah bersepakat memberikan waktu penyelesaian ini kepada pemerintah, hingga akhir tahun 2017.

“Akhir 2017 kita menginginkan perampungan, kalau nggak, kita minta pertanggungjawaban pejabat yang bersangkutan,” tandasnya.

Untuk diketahui, berdasarkan data Dirtjen Minerba Kementerian ESDM, jumlah piutang per 31 Desember 2016 untuk KK yang sudah terminasi terhitung sebesar Rp 1 Miliar. Sedangkan untuk PKP2B yang sudah terminasi sebesar Rp 268 Miliar.

Sedangkan piutang IUP Non CnC mencapai Rp 461 Miliar yang terdiri dari iuran tetap sebesar Rp 186 Miliar dan royalti Rp 275 Miliar. Sedangkan IUP yang telah dicabut Rp 145 Miliar yang terdiri dari iuran tetap Rp 71 Miliar dan royalti Rp 74 Miliar.

(Laporan: Dadangsah)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka