Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mengatakan, temuan Kejadian Luar Biasa (KLB) polio di beberapa daerah adalah tantangan baru sistem kesehatan Indonesia yang harus diperhatikan.
“Ini persoalan penting yang harus diperhatikan. Jangan karena sudah memegang sertifikat bebas polio sejak 2014, kita menjadi terlena dan tidak mawas diri. Salah satu indikatornya adalah penurunan cakupan imunisasi balita,” kata Netty melalui rilis yang diterima di Jakarta, Jumat (19/01)
Berdasarkan data Kemenkes, kata Netty, terjadi penurunan cakupan vaksin polio, baik OPV maupun IPV sejak 2 tahun terakhir. Pada tahun 2020, misalnya, cakupan vaksinasi OPV mencapai 86,8 persen, kemudian menurun pada tahun 2021 menjadi 80,2 persen. Bahkan, beberapa daerah cakupan vaksinasinya kurang dari 50 persen sejak tahun 2020.
“Salah satu penyebabnya adalah imbas pandemi Covid-19 yang membuat kegiatan imunisasi untuk anak dan balita terganggu. Apalagi kegiatan Posyandu sempat terhenti. Seharusnya pemerintah menyiapkan langkah antisipasi guna mencegah terjadinya penurunan cakupan imunisasi,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.
Oleh sebab itu, Netty mendukung langkah Kemenkes RI yang menyelenggarakan imunisasi polio tambahan atau Sub-Pekan Imunisasi Nasional Polio (Sub PIN Polio). Ia meminta pemerintah untuk mensosialisasikan Kegiatan PIN Polio ke masyarakat agar efektif dan dapat mencegah munculnya kasus polio di masa depan.
Selain itu, politisi DPR RI dari Dapil Cirebon-Indramayu ini mendesak pemerintah untuk menerapkan vaksinasi polio sesuai dengan pedoman WHO.
“Pastikan vaksinasi polio dilakukan sesuai dengan pedoman WHO, yaitu, soal cakupannya yang harus di atas 95 persen,” jelasnya
Netty juga mendorong, pemerintah mencegah disinformasi soal vaksinasi polio dengan menggandeng berbagai pihak.
“Jangan sampai masyarakat resisten terhadap vaksinasi akibat disinformasi. Libatkan berbagai stakeholder untuk mencegah menyebarnya hoaks. Masyarakat harus dicerdaskan bahwa vaksinasi pada saat ini adalah upaya pencegahan penyakit yang telah teruji secara klinis dan ilmiah,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan