Jakarta, Aktual.com – Rencana dibentuknya perusahaan patungan antara PT Telekomunikasi Indonesia dengan Telecommunication Limited (SingTel) untuk menggarap e-government (e-govt) di Indonesia menuai protes dari banyak pihak termasuk anggota dewan.
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mempertanyakan Presiden Joko Widodo pernyataannya soal hal tersebut pada debat capres lalu.
“Dulu saat debat Capres, Pak Jokowi menyatakan bahwa membuat aplikasi atau program e-govt itu mudah. Beliau bilang waktu itu ‘cukup panggil programmer, 2 minggu selesai’. Tapi kini di era kepemimpinan beliau, ada rencana akan dibentuknya perusahaan patungan antara PT Telkom dengan Singtel milik Singapura. Seolah dulu ketika beliau menyampaikan itu, programmer-programmer lokalnya sudah ada, jadi tidak perlu bekerja sama dengan negara lain dalam bidang e-govt. Tapi kok sekarang mau kerja sama dengan SingTel?”,” ujar Sukamta di Jakarta, Selasa (16/6).
Politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini menjelaskan bahwa soal government itu mencakup juga hal-hal yang terkait dengan rahasia negara.
“Sehingga sangat rentan dan bahaya jika kita bekerja sama di bidang ini dengan negara lain. Potensi bocornya rahasia negara cukup besar,” katanya
Terlebih lagi, lanjut Sukamta, peraturan dan perundang-undangan sangat menekankan tentang keamanan negara dalam hal telekomunikasi.
Menurutnya, Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 7 (2) menekankan bahwa dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan salah satunya untuk melindungi kepentingan dan keamanan negara.
“Apakah ketika bekerja sama dengan asing dalam bidang e-govt keamanan negara kita terjamin?,” katanya
Sukamta menegaskan bahwa ketika kerja sama di bidang transaksi elektronik, pusat data (server) harus berada di wilayah Indonesia, bukan di negara asing. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik Pasal 17 (2) yang berbunyi Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya.
“Sekarang ini zamannya asymetric warfare. Perang juga bisa terjadi dengan sistem pemerintahan atau perpolitikan sebagai sasarannya. Kerja sama e-govt dengan negara asing akan memberi peluang lebih besar terjadinya perang asimetris ini,” tuturnya
“Sebaiknya pemerintah memprioritaskan penggunaan teknologi dan programmer dari dalam negeri saja. Kan dulu katanya cukup 2 minggu selesai (membuat program e-govt). Orang Indonesia banyak kok yang jadi programmer handal untuk mendevelope program e-govt. Tinggal diberdayakan saja. Jadi perlu dikaji rencana kerja sama dengan SingTel,” tambahnya
Artikel ini ditulis oleh: