“Walaupun PDB tahun 2017 dapat menembus USD1.015 miliar, namun kenaikan tersebut hanya dinikmati oleh kelompok 1% dari penduduk,” tambahnya.

Bahkan, sambung politikus Gerindra itu, Proyek Strategi Nasional (PSN) yang ditetapkan melalui Perpres No. 58 Tahun 2017 dengan total investasi sebesar Rp4.197 triliun untuk 245 proyek, bukan saja bertentangan dengan amanat Pasal 33 ayat 2 UUD 1945. Karena, memberikan ruang kepada swasta dalam penguasaan cabang-cabang produksi yang penting, tapi dengan ikut sertanya BUMN/BUMD dalam proyek yang tidak menguntungkan pada akhirnya justru membunuh BUMN/BUMD.

Tidak hanya itu, pemerintah juga dinilai telah gagal melakukan repatriasi modal sebesar Rp1.000 triliun atau USD75 miliar melalui program Tax Amnesty yang berakhir pada 31 Maret 2017.

“Sehingga rencana memperkuat tabungan nasional sekaligus cadangan devisa nasional mengalami kegagalan,” sebut Ketua Umum PP Satria itu.

Disisi lain, Nizar menyarankan sejumlah solusi terhadap kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini, diantaranya melakukan pendataan terhadap PMA (Penanaman Modal Asing) dan riil keuntungan mereka masih belum optimal, hal ini akan bertentangan terhadap target penerimaan pajak.

“Belum adanya kajian fiskal report regional per masing-masing wilayah di Indonesia. Hal ini akan berimplikasi pada kesenjangan harga dan berdampak langsung terhadap perekonomian daerah. Sehingga, penetapan target pajak seharusnya dipecah menjadi target per area/bulan, sehingga lebih kongkrit dalam melakukan sosialisasi kebijakan penerimaan,”ungkapnya.

“Saat ini pemerintah hanya berpatokan pada indikator/target makro, hal tersebut menghasilkan ke perubahan yang berulang, (inkonsistensi) terhadap target pajak. Padahal target pajak sangat berimplikasi dengan hal-hal yang mendasar di masyarakat,” pungkas dia.

(Novrizal)

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Eka