Jakarta, Aktual.com — Pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai melamban dan jauh dari target serta harapan pemerintah. Sebab, sejak tiga tahun terakhir perekonomian nasional mengalami perlambatan pada Q4 tahun 2014 lalu 5.01 persen, namun pada Q1 tahun 2015 hanya 4.71 persen.

“Kita melihat kondisi ekonomi jauh dari harapan kalau mau sedih mungkin kita harus sedih pertumbuhan kita hanya 4.7 persen pada tingkat nasional untuk awal tahun 2015 ini,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR John E. Rizal di Jakarta, Selasa (16/6).

John mengatakan pada pertemuan dua atau tiga hari lalu, pemerintah telah mengusulkan 5.8 persen untuk pertumbuhan ekonomi. Namun, usulan itu kurang rasional ditengah melambannya perekonomian Indonesia.

“Pada pertemuan dua atau 3 hari lalu bersama dengan Menteri Keuangan, Bapennas,BPS dan BI saya sampaikan juga usulan pemerintah 5.8 persen kurang rasional karena itu harus direvisi agar usulannya wajar,”katanya

Menurutnya, jika usulan terlalu tinggi DPR juga akan kesulitan dalam meyakinkan publik karena itu perlu dipertimbangkan adanya revisi atau range pertumbuhan ekonomi mendatang.

“Harus rasional sehingga DPR dapat meyakinkan publik, dari yang diusulkan dari 5. 8 persen menjadi 5.7 persen dan maksimal bisa 5.3 persen bahkan dibawah lima persen nanti,”ungkapnya.

Lebih lanjut, John menuturkan, publik mungkin bisa memaafkan melesetnya asumsi makro pertumbuhan ekonomi ini. John mengatakan mengejar pertumbuhan 7 persen dalam lima tahun tentunya akan sulit tercapai jika tak realistis.

“Sekarang pertumbuhan ekonomi hanya 5.2 persen, maka ke depan bisa mencapai 5.4 persen, jadi jika ingin mengejar 9 persen harus dapat rata-rata pertumbuhan ekonomi 7 persen,” jelasnya.

Sementara itu, lanjut John, usulan asumsi makro pertumbuhan ekonomi masih digodok bersama dengan pemerintah. Isulan resmi yaitu sekitar 5.8-6.2 persen usulan pemerintah, sementara Bank Indonesia lebih longgar usulannya sekitar 5.4-5.8 persen.

“Jadi usulan pertumbuhan ekonomi harus agak longgar jika gainnya terlalu jauh membuat masyarakat semakin tidak yakin, dan nantinya kesepakatan pemerintah bersama BI, dan DPR tidak akan didengar langsung oleh masyarakat,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka