Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VII DPR RI, Ramson Siagian menyebut Peraturan Pemerintah (PP) No 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, tidak sesuai dengan UU Minerba No 4 Tahun 2009.
Menurutnya, jika ada pihak yang melakukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA), sangat memungkinkan PP tersebut dapat digugurkan.
“PP itu cenderung tidak sesui dengan penjabaran UU Minerba tahun 2009, jadi kalau ada yang melakukan judicial review ke MA, agak rawan juga,” katanya kepada Aktual.com, Rabu (15/2).
Adapun mengenai penolakan Freeport atas IUPK yang telah dikeluarkan oleh Menteri ESDM, Ignasius Jonan, menurutnya itu sebagai resiko yang dihadapi Jonan lantaran tidak koperatif terhadap DPR.
“Makanya PP dan Permen yang dikeluarkan pemerintah tidak memecahkan masalah, malah timbul masalah baru. Kita waktu rapat di Komisi VII DPR waktu mendalami PP 1 2017, beliau ngotot tidak boleh lagi mendalami PP,” ujarnya.
Sebelumnya Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM yang menyetujui perubahan KK milik PT Freeport menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Berdasarkan Keterangan Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono bahwa Kepmen tersebut didasari surat permohonan PT Freeport pada 26 Januari 2017
“Pada hari ini Kementerian ESDM telah menyetujui perubahan KK PT Freeport dan PT Amman Nusa Tenggara menjadi IUPK. Tentunya perubahan ini merupakan suatu milestone penting dari implementasi PP Nomor 1 Tahun 2017,” kata Bambang di Kementerian ESDM, Jumat (10/2).
Selanjutnya, Persetujuan perubahan entitas kontrak yang terhitung 10 Februari 2017, pemerintah memberi waktu bagi Freeport untuk melakuan respon.
Jelang beberapa hari, Presiden Direktur Freeport Indonesia, Chappy Hakim mengatakan pihaknya tidak menyetujui usulan perubahan Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi. Klausul di dalam IUPK tidak sesuai dengan keinginan Freeport.
Diantara keberatan bagi Freeport yang mana PP No.1 Tahun 2017 mengharuskan Freeport melakukan divestasi atau penjualan saham hingga 51 persen.
“Freeport tidak akan beri 51 perse karena bisa kehilangan pengendalinya,” jelas Chappy.
Laporan: Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan