Jakarta, Aktual.com — Keputusan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang kembali mengeluarkan izin perpanjangan ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia (PT FI) terus menuai protes dari berbagai kalangan, terutama dari anggota Komisi VII DPR RI.
Eni Maulani Saragih, anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar mengungkapkan, sikap pemerintah yang tetap memberikan izin meski sebelumnya pemerintah sendiri menetapkan syarat bea keluar lima persen dan uang jaminan 350 juta dolar AS dianggap sebagai sikap yang tidak tegas dari pemerintah menghadapi PT FI.
Menurut Eni, alasan Kementerian ESDM memberikan izin ekspor karena syarat uang jaminan tidak diatur dalam Kontrak Karya (KK) sangat ‘aneh’. Pasalnya, ketika izin tetap diberikan lantas kewajiban pembangunan Smelter tidak dipenuhi justru melanggar dan melabrak aturan serta UU Minerba.
“Syarat itu kan sebagai jaminan kesungguhan Freeport dalam membangun Smelter. Nah kalau tidak diserahkan dengan alasan tidak diatur dalam KK, mestinya pemerintah juga harus tegas, bahwa UU melarang kegiatan ekspor konsentrat, jangan untuk Freeport terkesan dispesialkan dengan melabrak aturan sendiri,” tutur ia kepada Aktual.com, di Jakarta, Jumat (12/2).
Eni menjelaskan, dengan diberikannya izin perpanjangan ekspor konsentrat kepada PT FI tentunya akan membuat PT FI makin leluasa melakukan pelanggaran dengan tidak memperhatikan pembangunan Smelter. Apalagi, hingga saat ini belum ada progres pembangunan Smelter yang dilakukan oleh PT FI.
“Nah ini kan tidak ada jaminan, apakah memang Freeport mau membangun Smelter, target untuk menyelesaikan pada tahun 2017 tentunya susah untuk direalisasikan, jangankan pembangunan fisik, dokumen izin dan penyelesaian sangkut paut rencana lokasi pembangunan Smelter-nya saja belum tuntas,” jelas ia menambahkan.
Selain itu, lanjut Eni, ketika pemerintah beralasan perpanjangan itu demi alasan ekonomi dan menghindari PHK di sektor pertambangan, mestinya pemerintah tidak hanya memberlakukan kebijakan itu ke PT FI atau melakukan revisi dulu terhadap UU-nya.
“Banyak kok perusahaan lain yang tutup gara-gara larangan ekspor ini, nah kenapa untuk Freeport menjadi pengecualian,” lanjutnya.
Artikel ini ditulis oleh: