Jakarta, Aktual.com – Rapat Paripurna DPR RI, Senin, menyetujui Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menjadi UU.
“Perlu kami sampaikan, berdasarkan yang kita simak dan dengar bersama maka sekali lagi saya memohon persetujuan di forum rapat paripurna ini, bisa disepakati?” kata Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dalam rapat paripurna di kompleks DPR RI, Jakarta, Senin (5/10).
Seluruh anggota DPR RI yang hadir dalam rapat paripurna tersebut lantas menyatakan setuju RUU Ciptaker menjadi UU.
Sebelum mengambil keputusan, seluruh fraksi telah menyampaikan pandangannya terkait dengan RUU tersebut, yaitu enam fraksi menyatakan setuju, satu fraksi memberikan catatan (Fraksi PAN), dan dua fraksi yang menyatakan menolak persetujuan RUU Ciptaker menjadi UU (Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS).
Setelah itu, pemerintah memberikan pandangannya terkait dengan draf akhir RUU Ciptaker sebelum diambil keputusan.
Dalam penjelasannya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa Baleg bersama Pemerintah dan DPD RI telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali terdiri atas 2 kali rapat kerja, 56 kali Rapat Panja, dan 6 kali Rapat Tim Perumus/Tim Penyusun (Timus/Timsin).
“RUU Ciptaker hasil pembahasan terdiri atas 15 bab dan 185 pasal yang berarti mengalami perubahan dari sebelumnya 15 bab dan 174 pasal,” ujarnya.
Hal-hal pokok yang mengemuka dan mendapatkan perhatian secara cermat dalam pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) dan selanjutnya disepakati, antara lain pertama, terkait dengan dikeluarkannya tujuh UU dari RUU tentang Cipta Kerja, yaitu UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers; UU No. 20/2003 tentang Pendidikan Nasional; UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen; UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi; UU No. 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran; UU No. 4/2019 tentang Kebidanan; dan UU No. 20/2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.
Kedua, lanjut dia, ditambahkannya 4 UU dalam RUU tentang Cipta Kerja, yaitu UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto UU No. 16/2009; UU No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan jo. UU No. 36/2008; UU No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah jo. UU No. 42/2009; dan UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Ketiga, kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS (Online Single Submission), kemudahan dalam mendaftarkan hak kekayaan intelektual (HAKI); kemudahan dalam mendirikan perusahaan terbuka (PT) perseorangan, kemudahan dengan persyaratan yang mudah dan juga biaya yang murah sehingga ada kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM,” katanya.
Keempat, sertifikasi halal, dilakukan percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal dan bagi UMK diberikan kemudahan dan biaya ditanggung pemerintah, serta memperluas Lembaga Pemeriksa Halal yang dapat dilakukan oleh ormas Islam dan perguruan tinggi negeri. (Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin