Jakarta, Aktual.com – DPR RI mengkritik keras pengesahan Revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 72 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pasalnya, PP 72 ini dinilai tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

Ketua Komisi VI DPR RI Teguh Juwarno mengatakan, PP tersebut jelas bertentangan dengan undang-undang, khususnya UU nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN dan UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam PP tersebut dinyatakan pengelolaan aset strategis dilakukan oleh perseroan terbatas. Padahal konstitusi menyatakan harus dilakukan oleh negara melalui BUMN.

“Tidak boleh PP bertentangan dengan UU apalagi berpotensi melanggar Konstitusi UUD 45,” ujar Teguh di Jakarta, Senin (16/1).

Teguh khawatir, PP ini justru memberi peluang pengalihan kekayaan negara menjadi kekayaan badan usaha atau PT tanpa persetujuan DPR. Menurutnya, PP Ini bisa dimaknai upaya untuk melepas aset negara yang selama Ini dikuasai negara melalui BUMN.

“Ini dikhawatirkan bentuk pelepasan aset negara ‘Gaya baru’. Kita harus mencegah pengalaman lepasnya aset Indosat pada rezim yang lalu,” ungkap Politisi PAN ini.

“Tentu yang paling patut dicurigai BUMN yang mau buru-buru digabung, melalui mekanisme holding atau yang lain,” tambah dia.

Terkait persoalan tersebut, Teguh pun menduga, adanya ketidakberesan para pembantu presiden Jokowi dalam menyampaikan informasi tentang hal tersebut.

“Saya khawatir Presiden kembali dikelabui bawahannya. Karena PP adalah produk pemerintah yang tanda tangan Presiden,” tuturnya.

Selain itu, Teguh mengatakan bahwa substansi pasal 2A PP 72 tahun 2016 bertentangan dengan UU no. 17/2003 Tentang keuangan negara. Dimana seluruh PMN yang bersumber dari APBN maka pemerintah pusat harus menetapkannya dalam APBN dengan persetujuan DPR.

“Jelas-jelas pelanggaran UU. Dengan demikian PP tersebut harus gugur Demi hukum,” tegasnya.

Untuk itu, Teguh menambahkan, Dalam waktu dekat ini pihaknya akan segera memanggil pemerintah untuk meminta penjelasan terkait hal tersebut.

“Kami akan minta penjelasan pemerintah terlebih dahulu melalui kementerian keuangan dan Kemeneg BUMN,” pungkasnya.

(Laporan: Nailin)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka