Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi. Foto : Jaka/Man

Denpasar, Aktual.com – Komisi X DPR RI saat ini tengah menyusun RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Salah satunya isu yang sedang saat ini di bahas yakni riset, pendidikan dan sumber daya manusia (SDM) kepariwisataan, yang saat ini belum menemukan formulasi ideal terkait bentuk pembinaan dan muatan materi yang perlu disempurnakan.

Untuk itu Komisi X DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf bersama tim melakukan kunjungan kerja ke Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Bali guna menyerap aspirasi dari civitas akademika dan para pemangku kepentingan pariwisata.

“Kita melihat antara kebutuhan pariwisata dengan suplai sumber daya manusia melalui pendidikan secara rasio sudah bisa terserap dengan baik, akan tetapi jika berbicara kebutuhan industri pariwisata untuk melangkah lebih jauh memang harus ada link and match antara program dan riset sehingga tantangan kedepan dapat terpenuhi,” ungkapnya usai melakukan Kunjungan Kerja Panitia Kerja RUU tentang Kepariwisataan di Gedung Made Widyatula Politeknik Pariwisata Provinsi Bali, Denpasar, Jumat (28/6).

Lebih lanjut, Dede menjelaskan Kampus Poltekpar Bali merupakan sebuah pendidikan vokasi yang khusus spesifik terhadap industri pariwisata. Dimana saat ini Industri pariwisata adalah salah satu yang sedang Komisi X DPR RI dorong menjadi skala prioritas nasional.

Komisi X DPR RI tengah menyusun RUU tentang Kepariwisataan artinya sudah 15 tahun undang-undang ini belum melakukan perubahan padahal era pasca covid seluruh dunia sudah melakukan perubahan di bidang pariwisata.

“Banyak hal-hal baru maka kita juga harus melihat bahwa undang-undang ini mestinya menunjang terhadap berbagai kebijakan yang ada di UNUTO ataupun juga kebijakan pemerintah seperti cipta kerja,” jelasnya.

Pengaturan substansi RUU didasarkan paradigma baru kepariwisataan, yaitu dari mass tourism ke pariwisata berkualitas yang berkelanjutan dan regeneratif. Perubahan paradigma kepariwisataan berdampak kepada perubahan secara fundamental terhadap pengaturan substansi RUU Kepariwisataan. Pengaturan pariwisata berkelanjutan, regeneratif, dan mengintegrasikan budaya dalam pengelolaan kepariwisataan. Pembangunan dan pengembangan kepariwisataan didasarkan pada ekosistem pariwisata.

“Perubahan masyarakat pariwisata itu sendiri setiap tahun memiliki perubahan paradigma yakni yang paling utama adalah kita ingin bukan dari dari paradigma mass tourism atau jumlahnya banyak tapi kita ingin quality tourism sehingga tidak perlu banyak jumlahnya tapi spending nya justru bisa lebih besar,” jelasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Sandi Setyawan