Dialog Pilar Negara tema "Menjaga Kedaulatan Laut NKRI dari Visi Pertahanan dan Budaya" pembicara Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI TB Hasanuddin dan Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana (kanan) di Ruang Presentasi MPR Nusantara IV Jakarta. Senin (22/6/2015). TB Hasanudin mengatakan, tahun 2009 sudah buat konsep kapal patroli cepat dengan mengeluarkan anggaran sebesar Rp 67 triliun untuk patroli 10. Batas negara. Sayangnya 10 batas negara itu masih belum bisa terselesaikan dengan baik. AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Rapat Paripurna DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi undang-undang, setelah pembahasan panjang di Komisi I DPR dan masuk Program Legislasi Nasional 2016.

“Apakah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Elektronik (ITE) dapat disetujui untuk disahkan sebagai undang-undang?” kata Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dalam Rapat Paripurna DPR di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis (27/10).

Lalu seluruh Anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna itu mengatakan setuju RUU tentang Perubahan UU ITE disetujui menjadi UU.

Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin dalam pidato laporannya menyampaikan bahwa RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE merupakan usul pemerintah, yang masuk dalam daftar program legislasi nasional tahun 2015-2019 dan merupakan Rancangan UU prioritas tahun 2016.

Dia menjelaskan, dalam pembahasan Rancangan UU itu, Komisi I DPR dan pemerintah menyetujui bahwa perubahan UU ITE menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan informasi, serta mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi.

“Di antaranya tindak pidana penghinaan dan atau pencemaran nama baik dalam bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik, bukan semata-mata sebagai delik umum, melainkan sebagai delik aduan,” ujarnya.

Dia mengatakan, penegasan sebagai delik aduan dalam pasal 27 ayat (3) juncto pasal 45 ayat (3) dan ayat (5) RUU dimaksudkan agar selaras dengan asas kepastian hukum dan keadilan masyarakat.

Menurut dia, dalam penjelasan pasal 27 disebutkan mengenai tindakan “mendistribusikan”, “mentransmisikan” dan “membuat dapat diakses” informasi elektronik dan atau dokumen elektronik, serta menambah penjelasan pasal 27 ayat (3) dan pasal 27 ayat (4) agar lebih harmonis dengan sistem hukum pidana materiil yang diatur di Indonesia.

“RUU juga mengubah ancaman sanksi pidana terhadap pelaku penghinaan dan atau pencemaran nama baik, yang di dalam UU ITE diancam dengan sanksi pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,” katanya.

Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan RUU itu, sanksi pidana penjara diturunkan menjadi empat tahun dan atau denda paling banyak Rp750.000.000.

Perubahan tersebut menurut dia dianggap penting, karena dengan ancaman sanksi pidana penjara empat tahun, pelaku tidak serta merta dapat ditahan oleh penyidik.

“Selain membahas dan menyetujui materi perubahan tersebut, Komisi l DPR Rl bersama dengan Pemerintah juga telah membahas dan menyetujui beberapa substansi baru,” ujarnya.

Salah satunya menurut dia, menambah ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan lnformasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 40 ayat (2a) RUU tentang Perubahan atas UU lTE).

Untuk itu dia menjelaskan, Pemerintah berwenang memutus akses dan atau memerintahkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemumsan akses terhadap lnformasi Elektronik dan/atau Sistem Elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan