Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah bersama Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio saat diskusi forum legislasi dengan tema Perlukah Penyederhanaan Target Prolegnas Memasuki Tahun Politik? di press room DPR, Jakarta, Selasa (8/8). Pertama DPR yang menyepakati Prolegnas tentunya setelah ada pembicaraan dengan pemerintah, yang kemarin sekitar 49 di awal tahun 2017, mungkin sekarang tinggal 40 dan masih ada beberapa yang sudah disahkan, termasuk pemilu, pembukuan, kebudayaan persitek dan lainnya dan itu banyak terakhir kemarin dan berarti sudah tinggal 40. AKTUAL/Tino Oktaviano

Bali, Aktual.com – Ketidakhadiran Presiden Joko Widodo maupun Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam acara World Parliamentary Forum on Sustainable Development (Forum Parlemen Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan) yang digelar DPR Republik Indonesia, di Nusa Dua, Bali, Selasa (6/9) mendapat sorotan.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah misalnya. Ia menyayangkan lemahnya upaya pemerintah dalam menangkap sinyal bahwa Indonesia komitmen terhadap isu-isu lingkungan hidup seperti yang tertuang dalam Paris Agreement.

“Kita menyayangkan kok pemerintah Indonesia ga keliatan semangat sehingga presiden dan wakil presiden tidak hadir, yang seharusnya menjadikan forum ini sebagai agenda eksekutif juga,” kata Fahri disela-sela acara konfrensi tingkat Internasional, di Nusa Dua, Bali, Selasa (6/9).

“Kehadiran Pemerintah sebagai eksekutif sangat penting memberikan sinyal ke dunia komitmen pembangunan berkelanjutan itu,” tambahnya.

Dikatakan dia, Indonesia dalam forum seperti ini memiliki nama yang baik terhadap komitmennya diantaranya terkait isu lingkungan. Ia menjelaskan bagaimana DPR RI yang tutup mata dalam meratifikasi Paris AgreementĀ  di mana ketika itu pemerintah harus membawa Undang-Undang yang sah sebagai komitmennya tersebut.

“Marrakesh sebagai folow up dari pertemuan Agreement, pemerintah sudah harus datang dengan UU yang sah sebagai komitmen, dan DPR RI ketika itu ‘merem’ (mensahkan) sehingga Indonesia memiliki nama baik dalam soal SDGs dan soal lingkungan, tetapi ketika di sini tidak kelihatan, Menko nya saja tidak hadir. Harusnya eksekutif datang bahwa kami semengat,” pungkas Fahri.

Sebelumnya diberitakan, Ketua DPR Republik Indonesia (RI) Setya Novanto membuka ajang konfrensi parlemen dunia yang diselenggarakan DPR RI, di Nusa Dua, Bali.

Dalam acara yang dihadiri 47 negara itu, Novanto berharap agar forum ini menghasilan peran parlemen di seluruh dunia dalam menyukseskan agenda pembangunan berkelanjutan 2030 dapat dilaksanakan.

“Melalui tema “Achieving the 2030 Agenda through Inclusive Development”, forum ini dapat membahas perencanaan peran parlemen di berbagai negara dalam menyukseskan agenda pembangunan 2030 dengan tujuan penting mengakhiri kemiskinan, memerangi kesenjangan dan ketidakadilan, serta menghadapi perubahan iklim,” kata Novanto dalam sambutannya membuka ajang World Parliamentary Forum on Sustainable Development (Forum Parlemen Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan), di Nusa Dua, Bali, Selasa (6/9).

Acara yang akan digelar 6-7 September tersebut, Novanto mengaku bangga lantaran konfrensi tingkat Internasional ini merupakan gagasan dan inisiatif DPR RI sebagai bagian menjalankan peran diplomasi parlemen itu sendiri.

Masih dikatakan dia, bahwa begitu banyak tantangan mensukseskan agenda pembangunan berkelanjutan 2030 ini, salah satunya mengenai kemiskinan. “Saya ingin forum ini mampu merumuskan dan mempromosikan pembangunan yang inklusif dan merata, sehinga tidak ada pihak yang ditinggalkan,” papar ketua umum DPP Partai Golkar itu.

Untuk diketahui, terdapat 47 Parlemen dari berbagai negara yang berpartisipasi dalam forum ini, antara lain Bhutan, Chile, Fiji, Ghana, India, Zimbabwe, Canada, Ecuador, Iran, Jordan, Mexico, Portugal, Qatar, Korea Selatan, dan Turki. 19 Observer, antara lain ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA), UNDP, European Union, dan Migran Care. Dengan total partisipan sebanyak 285 orang.

(Reporter: Novrizal)

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Eka