Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi XI DPR RI Johnny G Plate meminta Kejaksaan Agung menjamin kerahasiaan dan keamanan data para nasabah PT Victoria Sekuritas dan PT Victoria Investama Tbk yang pada akhir pekan lalu digeledah oleh Kejagung. Pasalnya, para nasabah atau pihak ketiga tidak terlibat dalam permasalahan hukum tersebut. Untuk itu, diperlukannya kordinasi antara pihak Kejagung dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurutnya, koordinasi antara kejagung dan OJK perlu diatur dalam Protokol penggeledahan dan penangkapan agar penggeledahan tidak merugikan pihak ketiga seperti investor pasar modal.

“Pelaksanaan hukum dalam sektor perbankan dan keuangan tidak boleh merugikan pihak ketiga atau nasabah yang sama sekali tidak terkait tindak pidana,” kata Johnny saat dihubungi Aktual di Jakarta, Selasa (18/8).

Seharusnya pihak Kejagung berkoordinasi dengan OJK, kemudian tim penyidik internal dari OJK sendiri yang melakukan pemeriksaan dan penggeledahan. Nantinya hasil dari penggeledahan bisa diserahkan oleh OJK ke Kejaksaan untuk kepentingan penuntutan. Hal itu tertuang dalam UU 21/2011 tentang OJK, BAB XI pasal 49.

“Kejagung perlu memperhatikan penuh pihak ketiga atau nasabah lantaran mereka tidak tersangkut dengan tindak pidana atau masalah perdata lainnya yang dituduhkan dalam kasus ini,” jelasnya.

Menurutnya, jika Kejagung keliru maka perusahaan bisa mengambil langkah hukum dan Kejagung mempunyai kewajiban untuk memulihkan nama baik Victoria Investama.

Ditemui secara terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida akan meminta klarifikasi dari PT Victoria Securities Indonesia.

“Harusnya ada laporan, mungkin sudah masuk tim teknis OJK, tapi belum ke saya,” kata Nurhaida.

Sebagai Informasi, perkara ini bermula saat sebuah perusahaan bernama PT Adistra Utama memiliki total piutang Rp 469 miliar ke BTN untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.200 hektare sekitar akhir tahun 1990. Saat Indonesia memasuki krisis moneter 1998, pemerintah memasukan BTN ke BPPN untuk diselamatkan.

Sejumlah kredit macet kemudian dilelang, termasuk utang PT AU. PT Victoria Securities International Corporation ( VSIC) membeli aset piutang (cassie) itu dengan harga Rp 26 miliar pada tahun 2003

Seiring waktu, PT AU ingin menebus aset tersebut dengan nilai Rp 26 miliar. Tapi, VSIC yang berdomisili di British Virgin Island menyodorkan nilai Rp 2,1 triliun atas aset itu.

Tahun 2012, PT AU kemudian melaporkan VSIC ke Kejaksaan Tinggi DKI atas tuduhan permainan dalam penentuan nilai aset itu. Saat ini, kasus tersebut diambil alih oleh Kejaksaan Agung.

Namun ditegaskan, Victoria Securities Indonesia yang merupakan grup Victoria Investama, bukanlah bagian dari Victoria Securities International Corporation (VSIC) yang melakukan Akad jual beli dengan BPPN pada 2003 silam.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka