Jakarta, Aktual.com- Keputusan Pemerintah Jokowi untuk melakukan ekspor beras sebanyak 500 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan konsumsi nasional sebagai pil pahit yang harus ditelan.
Ia mengatakan hal itu tidak perlu terjadi bila permasalahan produksi beras nasional khususnya data produkai beras bisa disajikan secara akurat.
“Jika memang benar, data produksi gabah nasional tahun 2017 sebesar 77 juta ton GKG atau setara dengan 38.5 juta ton beras, dan konsumsi beras nasional sekitar 31.5 jt ton, seharusnya kita mengalami surplus sekitar 7 juta ton beras. tetapi kenyataannya per awal Januari 2018, terjadi kenaikan harga beras yang cukup mengkhawatirkan dan meluas hampir seluruh Indonesia,” kata Anggota Komisi IV DPR RI Ichsan Firdaus dalam keterangan tertulisnya dimuat Sabtu (13/1).
Dikatakan dia, jika memakai logika ekonomi supply-demand maka salah satu persoalan gejolak harga karena supply ke pasar bermasalah. Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga mengakui jika stok beras nasional memang kurang.
“Sehingga, logikanya, jika surplus 7 juta ton beras, gejolak harganya seharusnya tidak mungkin terjadi seperti ini. ditambah lagi stok beras di Bulog yang berada di bawah 1 juta ton, juga menunjukkan posisi stok yang mengkhawatirkan,” paparnya.
Untuk itu pemerintah, khususnya presiden harus memberikan evaluasi dan perhatian khusus tentang produksi beras nasional ini, apakah benar produksi beras kita ini mengalami kenaikan atau surplus.
“Jangan sampai presiden mendapatkan informasi yang keliru tentang data produksi beras ini, sehingga pemerintah gagal mengantisipasi gejolaknya,” sebut dia.
“Pemerintah, khususnya pihak yang bertanggung jawab dalam produksi beras nasional, harus melakukan evaluasi secara serius tentang persoalan produksi pangan nasional khususnya beras” pungkas politikus Golkar itu.
Pewarta : Novrizal Sikumbang
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs