Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda saat membacakan simpulan rapat pada Rabu (3/4/2024) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta. Foto : Devi/Andri

Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda, menilai insiden kebakaran gedung Terra Drone di Jakarta Pusat yang menyebabkan 22 orang meninggal dunia menunjukkan lemahnya tata kelola bangunan di Indonesia. Ia mendorong agar pengelola gedung tersebut diperiksa dan dibawa ke ranah hukum apabila ditemukan unsur pidana.

“Kami menilai kebakaran Gedung Tera Drone di Jakarta menjadi bukti buruknya tata kelola gedung dan bangunan umum di Indonesia. Banyak kasus bangunan yang digunakan untuk aktivitas publik baik perkantoran, sekolah, maupun tempat ibadah yang dibiarkan tanpa pengawasan berarti,” kata Huda kepada wartawan, Kamis (11/12/2025).

Ia menyebutkan bahwa pelanggaran terkait manajemen keselamatan gedung masih sering terjadi, padahal setiap pengelola wajib memiliki perencanaan proteksi kebakaran, melakukan pemeliharaan, pemeriksaan rutin, dan latihan evakuasi.

“Kegagalan manajemen keselamatan ini bisa berakibat langsung pada jatuhnya korban jiwa atau cacat yang merugikan banyak orang, dan kasus ini terus terjadi berulang kali tanpa tindakan perubahan yang berarti,” ujarnya.

Huda meminta Kementerian Pekerjaan Umum untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen keselamatan gedung publik dan memastikan setiap bangunan memenuhi standar yang ditetapkan.

Ia mengingatkan bahwa sesuai ketentuan dalam Permen PU Nomor 14/PRT/2017, bangunan publik wajib memenuhi persyaratan seperti jumlah pintu, lebar dan arah bukaan pintu serta jendela, hingga pengaturan sirkulasi dan akses gedung. Selain itu, Permen PUPR Nomor 26/PRT/M/2008 juga mewajibkan tersedianya sistem proteksi kebakaran seperti alarm, detektor, APAR, hidran, dan jalur evakuasi.

“Kemen PU tidak boleh hanya mengawasi di awal tetapi lalai dalam tahap pemeriksaan secara berkala tentang manajemen keselamatan gedung umum di Indonesia,” tuturnya.

Ia menduga terjadi pelanggaran manajemen keselamatan oleh pengelola gedung Terra Drone, terutama karena diduga hanya terdapat satu pintu keluar-masuk di gedung enam lantai tersebut.

“Meskipun ada data jika gedung tersebut mengantongi surat laik fungsi (SLF), namun faktanya akses untuk keluar masuk hanya ada satu. Situasi ini memicu bottle neck dalam proses penyelamatan diri para korban sehingga banyak dari mereka yang harus tewas,” jelas Huda.

Ia menegaskan pentingnya mengusut tuntas kasus kebakaran tersebut agar kejadian serupa tidak terulang.

“Pengelola gedung bisa diusut dan jika ada unsur pelanggaran pidana bisa diseret ke pengadilan. Jumlah 22 orang tewas itu bukan jumlah yang sedikit. Itu nyawa manusia yang mempunyai sanak keluarga,” katanya.

Insiden kebakaran Terra Drone terjadi pukul 12.43 WIB pada Selasa (9/12). Total korban meninggal mencapai 22 orang, terdiri dari 15 perempuan dan 7 laki-laki, termasuk satu korban ibu hamil.

Kapolres Metro Jakpus Kombes Susatyo Purnomo Condro menjelaskan bahwa kebakaran bermula dari lantai satu dan dipicu oleh baterai litium. Asap tebal kemudian menyebar hingga lantai enam.

“Ada baterai di lantai 1, itu yang terbakar,” kata Susatyo di lokasi.

RS Polri telah menyelesaikan seluruh identifikasi jenazah dan menyimpulkan bahwa sebagian besar korban meninggal akibat menghirup asap dan gas karbon monoksida. Polisi juga akan memeriksa pemilik gedung.

“Dari Polres Jakarta Pusat juga melakukan pemeriksaan kepada semua saksi-saksi, termasuk nanti pemilik usaha maupun pemilik gedung,” ujar Susatyo.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain