Holding Energi PGN-Pertamina
Holding Energi PGN-Pertamina

Jakarta, Aktual.com — Pernyataan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno bahwa keinginannya untuk membentuk holding BUMN bidang energi dengan mencaplok Perusahaan Gas Negara (PGN) ke Pertamina tidak membutuhkan izin atau persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dianggap ceroboh dan keliru.

Wakil Ketua Komisi VI DPR, Azam Azman Natawijaya mengatakan jika Menteri Rini hanya mengandalkan Peraturan Pemerintah (PP), maka akan banyak perundang-undangan yang ditabrak dan tindakan itu sebagai wujud pengangkangan terhadap lembaga DPR.

“Jadi kalau PP nya keluar, maka akan melangkahi DPR, apalagi ada putusan MK no 62 tahun 2013 bahwa keuangan BUMN itu merupakan keuangan negara,” katanya saat ditemui di Gedung DPR Senayan Jakarta, Kamis (2/5)

Lebih lanjut dia menjelaskan dalam UU No 1 tahun 2004 menyatakan perubahan, penjualan dan pemindahan, aset negara yang bernilai lebih dari Rp100 miliar harus izin DPR, sedangkan diketahui holding BUMN jauh melampaui nilai tersebut.

Tidak hanya itu, dia mengaku Komis VI Juga telah meminta pendapat pakar dan hasilnya juga menyatakan hawa kebijakan holding harus berdasarkan izin lembaga di Senayan tersebut.

“Kemarin kita sudah bicara juga dengan Ichsanudin Noorsy. Nah pandangan beliau itu sama juga dengan kita. Bahwa ada transaksi material yang bernilai diatas Rp100 miliar harus izin DPR,” tukasnya.

Dia menegaskan jika tidak ada izin DPR, berarti Menteri Rini menghindar dari UU No1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara. Konsekuensinya adalah kebijakan itu akan dipermasalahkan pihaknya.

Untuk diketahui sebelumnya Menteri Rini menegaskan bahwa pelaksana holding energi yang ditanganinya tidak membutuhkan persetujuan dari lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI).

“Tidak perlu izin DPR, tapi kita tetap koordinasi,” kata Rini saat ditemui di kantor pusat Pertamina Jl Medan Merdeka Jakarta, Kamis (26/5).

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka