Jakarta, Aktual.com — Bank Indonesia (BI) dan PT Pertamina (Persero) memiliki pernyataan berbeda soal jumlah kebutuhan dolar perseroan dalam melakukan aktivitas impor minyak dan bahan bakar minyak (BBM).
Pertamina mengklaim pihaknya membutuhkan dolar Amerika Serikat sebanyak USD500 juta per hari untuk mengimpor minyak dan BBM. Sementara BI menegaskan bahwa dalam sehari Pertamina membutuhkan dolar AS sekitar USD150 juta untuk memenuhi kebutuhan impor. (Baca: Pertamina butuh USD500 juta per hari)
Menanggapi hal itu, anggota Komisi VII DPR RI Ramson Siagian justru terkejut dengan pernyataan Pertamina tersebut. Pasalnya, jumlah yang disampaikan tersebut terbilang sangat besar.
“Masa pak Dwi (Dirut Pertamina) bicara seperti itu. Kita tinggal hitung aja, 1,4 juta barel dikalikan 60 (Harga rata-rata minyak sekarang). Mesti saya hitung dulu itu, di rapat belum pernah dibahas pak Dwi. Itu disampaikan pak Dwi kan saat ditanyakan teman-teman wartawan,” kata Ramson saat berbincang dengan Aktual di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (22/6).
Ramson berpendapat bahwa kebutuhan dolar Pertamina tentu tidak sampai pada angka USD500 juta per hari.
“USD500 juta hari? Ah masa sih? Aku rasa tidak sampai USD500 juta. Itu mesti dikalkulasi kebutuhan dolar nya, karena average harga minyak mentah maupun BBM dari standar MOPS,” ujar Ramson.
Ia menilai apa yang disampaikan BI kemungkinan lebih tepat yakni sebesar USD150 per hari.
“Iya mungkin segitulah ya, tapi saya masih belum bisa konfirm lebih lanjut, saya kalkulasi dulu,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Departemen Komunikasi BI, Peter Jacob mengatakan kebutuhan dolar AS Pertamina tersebut sebenarnya dipenuhi dari pasar valas.
“Jika transaksi di pasar valas domestik cukup besar, maka dampak permintaan Pertamina tidak terlalu besar,” ujar Peter saat dihubungi Aktual.com, Senin (22/6).
Lebih lanjut dikatakan dia, maka berlaku sebaliknya. Jika transaksi di pasar valas domestik rendah, maka permintaan Pertamina akan tinggi.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka