Dirut PT PLN, Sofyan Basir saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komite II DPD RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/3/2016). Rapat ini membahas Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2015-2024. AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, aktual.com – Direktur Utama PT PLN, Sofyan Basir menyampaikan jika Komisi VII DPR tidak menyetujui pencabutan subsidi listrik pada 18 juta pelanggan rumah tangga 900 VA dalam bulan Juni atau Juli mendatang, maka dia minta agar anggaran subsidi kembali dinaikkan seperti awal tahun 2015 lalu, yakni sebesar Rp57 triliun.

Dia mengingatkan bahwa Komisi VII pada September tahun lalu telah sepakat adanya pengurangan pelanggan subsidi, oleh karenanya waktu itu Komisi VII meminta pengkajian jumlah pelanggan 900 VA yang layak dicabut subsidi, dari hasil pengkajian itu muncul angka 18 juta pelanggan yang akan dicabut.

“Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) telah melakukan pengkajian ulang, kaji ulangnya sudah selesai tinggal kita terapkan apakan bulan Juni atau Juli karena kalau tidak, subsidi akan naik lagi seperti awal tahun 2015 mencapai Rp57 triliun,” kata Sofyan di Gedung DPR senayan, Selasa (14/6) sore .

Namun diketahui Komisi VII DPR telah menetapkan asumsi dasar makro sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) untuk diajukan ke Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Dalam asumsi dasar yang disusun, Komisi VII menegaskan tidak ada kenaikan tarif listrik 900 VA tahun ini. Artinya, Pencabutan subsidi listrik untuk 18 juta pelanggan 900 VA diminta ditunda hingga waktu yang tidak terbatas.

Selain itu Komisi VII juga tidak mencantumkan tambahan anggaran subsidi listrik dalam APBN-P 2016 dari Rp 38,39 triliun, malah Komisi VII meminta diverifikasi kembali secara selektif data dari 18 jt pelanggan yang akan dicabut tersebut.

Namun menurut Sofyan pembahasan RAPBN-P 2016 itu belum final, sehingga masih memungkinkan dirinya untuk mengusulkan tambahan subsidi.

Terkait hal ini, berdasarkan informasi yang diterima aktual.com bahwa metodologi penyisiran rumah tangga miskin yang dilakukan TNP2K tidak secara total namun melainkan metode sampling random.

Metode itu dilakukan dengan alasan keterbatasan anggaran, namun hasilnya menjustifikasikan jutaan pelanggan rumah tangga untuk dicabut subsidi, tentu saja hasil itu sangat konyol dan tidak dapat dibuktikan secara akurat.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Arbie Marwan