Bekasi, Aktual.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, membentuk panitia khusus (Pansus) III yang bertugas menyusun peraturan daerah mengenai perlindungan hak-hak perempuan.

“Kami apresiasi Pak Bupati atas atensinya terhadap perempuan dengan menggulirkan rencana peraturan daerah ini. Saya melihat dari data yang ada, angka kekerasan perempuan di Kabupaten Bekasi naik terus, ini menjadi konsiderannya,” kata Anggota Pansus III DPRD Kabupaten Bekasi Fatma Hanum di Cikarang, Minggu.

Fatma menjelaskan berdasarkan laporan masyarakat dan observasi lapangan ada sejumlah hal yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan mulai dari faktor ekonomi hingga intimidasi.

“Salah satu atensi utama kami adalah mencegah terjadinya hal semacam ini. Perlu adanya payung hukum yang melindungi kaum perempuan,” katanya.

Kekerasan dalam rumah tangga, baik dipicu faktor ekonomi, perilaku pasangan, maupun menganggap rendah kaum wanita sedianya dapat dihindarkan jika ada aturan hukum yang jelas dan mengikat.

“Makanya kami akan kupas ini secara detil agar jika di kemudian hari ada perempuan yang tersakiti secara fisik maupun bathin segera melaporkan dengan acuan peraturan daerah ini,” ungkapnya.

Selain itu banyaknya perempuan yang berprofesi sebagai pekerja pabrik juga menjadi perhatian khusus agar tetap mendapat perlindungan di dalam dan luar area perusahaan.

“Seperti masalah penyelesaian dasar, bagaimana buruh perempuan bisa mendapat cuti haid, cuti hamil dan melahirkan, akses kesehatan serta perlindungan diri. Ada beberapa masukan, kekerasan perempuan suka terjadi saat shift malam, bahkan saat jemputan malam. Ini perlu kita berikan perlindungan,” ucapnya.

Fatma juga mencatat tingginya angka imigran yang masuk ke Kabupaten Bekasi turut mempengaruhi minimnya perlindungan terhadap perempuan semisal pernikahan beda negara tanpa surat nikah.

“Harus ada regulasi yang mengatur untuk menjaga perempuan karena ini masuk kategori bentuk kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan tidak hanya fisik, psikis, dan seksual saja,” katanya.

“Jika ada pernikahan yang tidak tercatat maka mereka itu tidak bisa melakukan akses kesehatan dengan menggunakan BPJS karena dia tidak punya KK, jadi dia tidak bisa mengakses pelayanan yang murah. Pemasangan KB misalnya, nah kita buat Perda ini supaya ada aksesbilitas perempuan,” imbuhnya.

Dia berharap mata kaum perempuan tertuju kepada penyusunan rencana peraturan daerah ini karena pihaknya juga tengah menambahkan muatan baru untuk melindungi perempuan.

“Harapannya nilai-nilai yang diperjuangkan di Perda ini harus dijaga dan saya mencatat ada pasal-pasal yang mengganggu nilai-nilai religisitas dan kearifan lokal yang perlu ditambahkan,” katanya.(Antara)