Jakarta, aktual.com – Program pengadaan bibit jagung pemerintah pusat untuk masyarakat petani di wilayah Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), ditemukan adanya indikasi korupsi.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPRD Bima Edi Muhlis, menjawab konfirmasi wartawan melalui sambungan telepon, Jumat (18/1) kemarin.
Dia mengungkapkan, munculnya dugaan korupsi dalam program swasembada pangan ini berdasarkan hasil pengecekan di lapangan.
“Jadi bukan lagi ada penyimpangan, tapi sudah ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan munculnya kerugian negara,” kata Edi.
Menurutnya, akar permasalahan dalam program ini ada pada perbedaan varietas bibit jagung yang diusulkan dengan yang diterima masyarakat petani.
Biasanya, petani telah mengusulkan varietas bibit jagung yang sesuai dengan mutu dan kualitas lahan pertanian di Kabupaten Bima, yakni jenis BISI 18. Usulan itu disampaikan saat pemerintah melakukan identifikasi lapangan.
Namun ketika proses pendistribusian, masyarakat petani malah menerima varietas bibit jagung yang berbeda dari yang diusulkan, seperti jenis Premium 919, Biosed, BISI 2, Bima Uri, dan Bima Super.
Setelah Komisi II DPRD Bima kembali menelusurinya, ternyata tak sedikit masyarakat petani di lapangan menolak melakukan penanaman. Bahkan ada juga yang mengembalikan jatah bibit jagung tersebut kepada pemerintah.
“Kami sudah evaluasi dan monitoring beberapa wilayah, di situ memang masyarakat tidak tanam (bibit jagung pemerintah) dan hanya disimpan, yang ada malah mereka tanam bibit yang mereka beli sendiri,” ujarnya.
Selain membahas kualitas dari varietas bibit jagung yang tidak cocok dengan kondisi lahan pertanian, Tim Komisi II juga fokus menelusuri dari segi harga pasar.
Ia tak menampik harga pasar untuk varietas bibit jagung BISI 18 usulan masyarakat petani, jauh lebih mahal dibandingkan yang didistribusikan pemerintah. “Harga pasar dari Bima Uri atau varietas lain lebih murah dibandingkan BISI 18,” ucap Edi.
Sehingga, dirinya menyimpulkan biang permasalahan ini terletak pada pihak rekanan pemenang tender pengadaan karena membeli varietas bibit jagung hanya berdasarkan usulan dari dinas pertanian bukan berdasarkan usulan masyarakat petani.
“Makanya hasil produksi Bima Super dan Uri tidak mau dibeli pengusaha, karena kurang berkualitas,” ucap politisi Partai Nasdem ini menambahkan.
Sementara, Kabid Ketahanan Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian Bima, Mansur mengaku belum menerima laporan adanya dugaan penyimpangan dalam pengadaan bibit jagung.
Terkait hal tersebut, Mansur kembali mempertanyakan daerah yang dituding pihak DPRD Kabupaten Bima terdapat penyimpangan. “Mohon maaf, daerah mana yang ada penyimpangan. Karena belum ada saya dengar,” tutur Mansur kepada wartawan.
Begitu pula dengan adanya laporan terkait varietas bibit jagung yang tidak sesuai dengan usulan masyarakat petani setempat. “Tidak ada varietas bibit jagung yang tidak sesuai dengan BAST (Berita Acara Serah Terima),” tepisnya.
Dalam kesempatan itu kemudian Mansur menjelaskan mengenai pelaksanaan program pengadaan bibit jagung bukan dari Dinas Pertanian Bima, melainkan kewenangan tersebut ada pada Dinas Pertanian NTB.
Meski demikian, ia memastikan bahwa pendistribusian bibit jagung di Kabupaten Bima berjalan lancar. Bibit yang diterima para petani sudah sesuai dengan BAST. “Alhamdulillah aman (penyaluran benih jagung). Kalau benih pasti sama dengan BAST yang dikirimkan dari provinsi,” tutup Mansur mengklarifikasi.
Laporan : Fadlan Syiam Butho
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin