Jakarta, Aktual.co —DPRD DKI diminta jangan terlalu berlama-lama habiskan energi di konflik dengan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama di kisruh APBD DKI 2015. 
“Kalau Ahok sudah dinyatakan bersalah ya sudah selayaknya dilanjutkan hingga berujung pada pemakzulan Ahok dari jabatannya saja,” ujar Direktur Institut Ekonomi Politik Soekarno-Hatta (IEPSH) Hatta Taliwang, di Jakarta, Rabu (15/4).
Menurut dia, DPRD DKI harusnya segera fokus perhatikan persoalan ijin reklamasi pulau di Teluk Jakarta yang dikeluarkan Ahok kepada anak perusahaan PT Agung Podomoro Land, yakni PT Muara Wisesa Samudera.
Karena dia menduga ada sebuah agenda besar yang direncanakan dalam proyek tersebut. Dimana ada golongan tertentu yang akan menempati kawasan Teluk Jakarta.
“Ini harus diperhatikan, menyangkut keamanan negara yang makro, apalagi bila dieklusifkan golongan tertentu. Proyek reklamasi ini yang harus dicermati. Tapi keputusan dikeluarkan, di situ banyak tersimpan agenda besar,” kata Hatta.
Meski tidak menyebut jelas agenda besar yang dimaksudnya, dia hanya mengingatkan reklamasi bakal mengancam keamanan nasional bahkan berpotensi meruntuhkan Ibukota Negara.
“Jangan hanya melihat hanya proyek dan proyek saja. Siapa yang bisa menjamin di situ tidak masuk narkoba? di situ tidak masuk senjata?  Siapa yang berani menjamin, saya bukan mengesampingkan angket, tapi ini perlu diperhatikan,” ucap dia.
Sebelumnya, Komisi IV DPR RI menilai izin reklamasi pulau pantai utara Jakarta yang diberikan Ahok penuh kejanggalan.
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Andi Akmal Pasluddin mengatakan ada tiga kejanggalan dalam izin reklamasi Ahok.
Pertama, payung hukum yang digunakan Ahok untuk melanjutkan reklamasi sudah tidak berlaku lagi. “Setelah ada Undang-Undang (UU) tentang perikanan dan kelautan,” kata dia, Selasa(14/4).
Dimana UU yang baru itu mensyaratkan beberapa hal. Seperti harus ada badan koordinasi yang akan mengoordinasi semua reklamasi. Yang nantinya bertanggung jawab pada gubernur, dan gubernur bertanggung jawab kepada presiden.
Kejanggalan kedua menurut Komisi IV, dalam aturan itu dijelaskan sebelum reklamasi harus ada tanggul untuk mengamankan apabila terjadi rob atau air pasang yang diakibatkan oleh adanya reklamasi.
Kejanggalan ketiga, adanya penjualan tanah. Padahal reklamasi masih dalam tahap perencanaan. “Baru mulai dibangun tapi sudah dijual kepada masyarakat, ini sangat memprihatinkan karena ternyata komisi IV yang lama sudah bersepakat dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahwa ini dihentikan,” ujar dia.
Lagipula, ucap dia, Presiden Joko Widodo di dalam rapat kabinet juga sudah sepakat dihentikannya proyek reklamasi sebelum ada kajian mendalam. Seperti tentang amdal dan pengaruhnya terhadap nelayan di pesisir Jakarta dan sekitarnya.
Andi pun tegas mengatakan proyek reklamasi sama sekali tidak beri keuntungan ke warga Ibu Kota.

Artikel ini ditulis oleh: