Gedung DPRD DKI Jakarta.(MI/FRANSISCO CAROLLIO)

Jakarta, aktual.com – Sorotan publik kembali tertuju pada besaran tunjangan hingga gaji anggota DPRD DKI Jakarta. Pihak DPRD menyatakan akan melakukan evaluasi terhadap tunjangan bernilai puluhan juta rupiah yang diterima para wakil rakyat di Kebon Sirih.

Aksi protes digelar oleh massa Aliansi Mahasiswa Peduli Sosial dan Demokrasi (AMPSI) di depan Gedung DPRD DKI Jakarta kemarin. Mereka mendesak adanya transparansi dalam tunjangan anggota DPRD serta pengelolaan anggaran BUMD DKI.

“Kami minta transparansi dari DPRD. Apa saja yang sudah kalian nikmati dari pajak kami. Tunjangan kalian diduga melebihi dari DPR RI kawan-kawan. Maka gerakan ini akan terus kami kawal,” seru salah satu orator dalam aksi tersebut.

Adapun tiga tuntutan utama yang disampaikan massa aksi, yaitu:

  • Mendesak transparansi sekaligus evaluasi gaji dan tunjangan DPRD DKI Jakarta yang dianggap lebih tinggi dibanding DPR RI.
  • Menuntut penurunan bahkan penghapusan tunjangan DPRD DKI yang dinilai berlebihan serta tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
  • Meminta dilakukan audit menyeluruh terhadap laporan keuangan BUMD DKI Jakarta, termasuk Dharma Jaya, Pasar Jaya, Food Station, PAM Jaya, dan Jakpro.

Dasar hukum tunjangan perumahan DPRD DKI mengacu pada PP Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD, serta Pergub DKI Jakarta Nomor 17 Tahun 2022 yang mengubah Pergub Nomor 153 Tahun 2017. Aturan itu mengatur bahwa apabila rumah jabatan belum tersedia, maka tunjangan diberikan dalam bentuk uang dengan memperhatikan asas kepatutan dan kewajaran.

Besaran tunjangan perumahan anggota DPRD DKI diatur dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 415 Tahun 2022, yakni Rp 78,8 juta per bulan untuk pimpinan DPRD, serta Rp 70,4 juta per bulan untuk anggota.

Merespons aksi, pimpinan DPRD DKI menemui massa dan menyatakan bahwa seluruh fraksi sepakat untuk melakukan evaluasi. Massa kemudian diajak masuk untuk audiensi. Dalam pertemuan itu, Koordinator aksi Muhammad Ihsan menyoroti tingginya tunjangan perumahan yang dianggap tidak sebanding dengan kondisi masyarakat.

“Melihat situasi dan kondisi perekonomian yang tidak berbanding terbalik dengan wakil rakyat saat ini, maka perlu dievaluasi. Kalau bisa bukan dihapus, tapi dikurangi,” ujar Ihsan.

Selain soal tunjangan, massa juga menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap BUMD. Mereka menyinggung sejumlah perusahaan daerah, dari Dharma Jaya hingga Jakpro, yang kerap disorot terkait tata kelola.

“Ini kan BUMD-BUMD ini besar, tujuannya bukan untuk mencari keuntungan sebenarnya. Bukan untuk berbisnis yang mencari keuntungan, tapi harus lebih dirasakan lagi oleh masyarakat,” tambah Ihsan.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Basri Baco, memastikan lembaganya sepakat mengevaluasi tunjangan. Ia menegaskan seluruh fraksi mendukung langkah tersebut.

“Terkait tunjangan dan gaji, kami sudah bersepakat semuanya, tidak ada satu pun fraksi yang menolak. Kami siap untuk dievaluasi mengenai tunjangan perumahan, disesuaikan dengan kondisi yang ada sekarang,” kata Baco.

Lebih lanjut, Baco menyampaikan bahwa Komisi B DPRD DKI yang membidangi sektor perekonomian dan BUMD akan merekomendasikan audit menyeluruh terhadap perusahaan daerah.

“Kami juga sepakat kebetulan BUMD itu ada di Komisi B dan saya adalah koordinator Komisi B. Jadi bisa saya pastikan teman-teman kami akan jadikan hasil rapat ini adalah sebagai bahan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua BUMD yang ada, agar lebih transparan terkait dalam penanganan keuangan dan lain-lain,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain