Jakarta, Aktual.com – Kabar yang menyebutkan adanya pungutan liar (pungli) dan tindakan semena-mena yang dilakukan oleh Ketua RT 006 RW 011 Perumahan Villa Cibubur Indah, Ciracas, Jakarta Timur, telah masuk ke telinga anggota DPRD DKI Jakarta.
Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI, WIlliam Yani pun angkat bicara terkait petisi warga RT 006 RW 011 Villa Cibubur Indah yang mendesak Ketua RT-nya agar mundur.
Yani pun meminta Lurah Cibubur, yang merupakan perwakilan Pemprov DKI di daerah tersebut untuk memecat Ketua RT 006 RW 011 yang berada di bawah naungannya.
Menurut Yani, selain melaksanakan Forum Musyawarah sebagaimana tanggapan Lurah Cibubur dengan mengacu pada Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 171 Tahun 2016 Perihal Pedoman Rukun Tetangga dan Rukun Warga, Ketua RT tersebut juga harus diberikan teguran khusus dari lurah, bahkan bila perlu diberhentikan.
“Kalau langkah pertama musyawarah. Dipertemukan supaya kedua belah pihak dikonfrontasi saja supaya jelas persoalan ini. Jadi prinsipnya apa yang dilakukan lurah dengan musyarawah itu sudah betul sesuai Pergub, karena kalau Lurah tidak melakukan itu dia yang salah,” kata Yani kepada wartawan, Selasa (28/8) kemarin.
“Tetapi bukan musyawarah terus damai begitu saja. Harus ada sanksinya. Menurutku harus ada teguran khusus dari Lurah, atau kalau perlu diberhentikan,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan, Lurah Cibubur harusnya turun tangan dan menyelesaikan keresahan masyarakat atas kepemimpinan Ketua RT tersebut.
“RT itu kan kewenangannya Lurah. Dalam konteks ini katakanlah ada dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh pengurus RT itu, maka Lurah bisa melakukan mediasi kepada masyarakat dalam rangka untuk meluruskan persoalan di tengah masyarakat,” kata Gembong, kemarin.
“Lurah harus pro aktif dalam rangka meluruskan itu. Itu kuncinya di lurah. Jadi Pak Lurah harus mendengarkan apa yang menjadi aspirasi masyarakat. Akan tetapi Pak Lurah juga harus mendengarkan penjelasan dari RT yang katakanlah sedang diduga,” sambungnya.
Ditambahkan Gembong, warga juga dapat mengambil langkah hukum jika merasa dirugikan dan belum ada penyelesaian dari pemerintah setempat. “Itu haknya warga, hak masyarakat, kedaulatan kan ada ditangan masyarakat. Panglimanya itu masyarakat. Tetapi harus tetap berada dalam koridor aturan yang ada,” tandasnya.
Diketahui, warga mendesak RT dipecat karena diduga melakukan pungli dengan intimidasi menggunakan preman, dan memecat karyawan-karyawan yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun tanpa alasan yang jelas dan tanpa pesangon jelang hari Raya Idul Fitri.
Kemudian warga mengaku dipersulit saat memerlukan surat-surat pengantar dan cap dari Ketua RT, memakai rekening pribadi untuk pembayaran iuran, upaya meminta uang parkir ditempat-tempat Fasum, retribusi parkir sesuai jenis kendaraan yang masuk, serta membuat kebijakan-kebijakan lain yang dinilai merugikan warga.
Tuntutan warga ini telah ditanggapi oleh Lurah Cibubur, Sapta Tjahjadhi, lewat surat tertanggal 2 Juli 2018. Dalam surat itu, Lurah meminta warga dan Ketua RT tersebut mengedepankan forum musyawarah dengan berpedoman pada Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 171 Tahun 2016 Perihal Pedoman Rukun Tetangga dan Rukun Warga.
Adapun forum musyawarah diatur dalam Pasal 40 ayat 1 Pergub 171/2016 yang berbunyi, Keputusan Musyawarah RT dinyatakan sah apabila dihadiri paling sedikit dua pertiga dari jumlah peserta musyawarah RT, ayat (2) dalam hal tidak tercapai jumlah pesrta Musyawarah RT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama dua kali berturut-turut, maka Musyawarah RT berikutnya dianggap sah.
Menindaklanjuti permintaan Lurah, warga kemudian mengadakan forum musyawarah sesuai aturan yang disebutkan, pada Sabtu (26/8). Hasilnya, mayoritas warga yang hadir menyetujui Ketua RT diberhentikan, karena dinilai tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam Pergub 171/2016.
Pada Pergub 171/2016, ada sejumlah pasal yang mengatur soal tugas dan tanggung jawab Ketua RT, yakni berkewajiban memberikan pelayanan sebaik-bainya kepada masyarakat, serta pelayanan adminisyrasi pemerintahan, dan berkewajiban menjaga etika dan norma-norma dalam kehidupan masyarakat.
Pergub 171/2016 juga diatur bahwa Ketua RT wajib memelihara keamanan, ketertiban dan kerukunan hidup antar warga, wajib mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan, yang antara lain dilarang melakukan pungutan liar (pungli).
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan