Sejumlah wajib pajak antre saat melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak pada hari terakhir pelaporan di Kantor KPP Pratama Pasar Minggu, Jakarta, Jumat 31 Maret 2023. Kementerian Keuangan telah menerima 11,39 juta Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan dari Wajib Pajak (WP) orang pribadi hingga pukul 09.00 WIB dan angka tersebut diprediksi masih akan bertambah hingga batas pelaporan SPT Tahunan berakhir yakni 31 Maret 2023 pukul 23.59 WIB. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Jakarta, Aktual.com – Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta berupaya menyederhanakan 17 peraturan daerah terkait perpajakan menjadi hanya satu perda.

Terkait hal itu, Bapemperda DPRD DKI Jakarta menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada Senin (6/11) guna mendalami usul Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

“Raperda ini untuk menyederhanakan 17 perda menjadi hanya satu perda saja. Sehingga tidak tumpang-tindih regulasi yang mengatur soal sumber pendapatan daerah dari sektor pajak,” kata Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta pada Selasa.

Pantas menjelaskan, rapat tersebut melibatkan berbagai pihak, seperti pengusaha minyak dan gas, pengelola parkir serta akademisi. Pihaknya menampung dan mempertimbangkan berbagai usulan sesuai kapasitas DPRD dalam pembentukan raperda.

Ketua DPC Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) DKI Jaya Syarief Hidayat meminta agar Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak memberatkan pelaku usaha sektor Migas.

“Kami seringkali mengalami keberatan pada saat harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak reklame dan pajak air tanah yang boleh dibilang hampir setiap tahun,” katanya.

Syarief berharap raperda ini dapat mengatur tarif khusus untuk sektor migas yang mendapat penugasan dari pemerintah dan tidak sepenuhnya bersifat komersil.

Dia meminta agar sejumlah hal dipertimbangkan, antara lain tarif khusus untuk PBB, pajak reklame dan pajak air tanah, mengingat hal-hal tersebut berkaitan dengan distribusi barang subsidi untuk masyarakat, seperti BBM dan LPG dari PT Pertamina.

Ketua Umum Perkumpulan Pengelola Parkir Indonesia Muhammad Fauzan juga meminta agar Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur tarif parkir sesuai Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang mengamanatkan penurunan tarif parkir.

“Mungkin dari Pemprov DKI ataupun DPRD DKI Jakarta perlu meninjau kembali tarif parkir karena yang selama ini berjalan 12 tahun tarif parkir belum pernah disesuaikan karena akan berdampak juga pada pendapatan daerah dengan turunnya presentasi pajak parkir,” katanya.

Ketua Program Studi (Kaprodi) Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) Inayati berharap perumusan raperda ini didasarkan pada pertimbangan keadilan sehingga dapat mendongkrak pendapatan daerah tanpa membebani rakyat.

“Karena nanti juga akan digunakan untuk ‘public social spending’ (pengeluaran sosial masyarakat),” kata Inayati.

Setelah Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disahkan, maka 17 peraturan daerah terkait pajak akan dicabut. Adapun peraturan daerah tersebut adalah Perda Nomor 6 Tahun 2010 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, Perda Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Perda Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Kemudian, Perda Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dan Perda Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pajak Hotel. Selanjutnya Perda Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak sebagaimana telah diubah menjadi Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 13 tahyun 2010 tentang Pajak Hiburan.

Perda Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan, Perda Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Parkir dan Perda Nomor 17 tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah.

Perda Nomor 18 tahyun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Perda nomyor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran serta Perda Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame.
​​​​​​​
Perda Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-PP), Perda Nomor 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah dan Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pajak Rokok.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan