Mataram, Aktual.com – Wakil Ketua DPRD NTB Mori Hanafi mengatakan, duplikasi anggaran DBHCHT sebesar Rp32 miliar dari Dikpora kemudian dialihkan ke Dinas PU untuk proyek pembangunan saluran irigasi desa pada 2013, merupakan tindakan penyimpangan dan patut diusut tuntas.

“Kalau benar seperti itu kasusnya, maka patut diduga sudah terjadi tindak penyimpangan, karenanya ini harus diusut secara tuntas,” tegas Mori Hanafi di Mataram, Sabtu (27/6).

Menurut politisi Gerindra ini, dalam kasus dugaan korupsi dana bagi hasil cukai dan hasil tembakau (DBH-CHT) yang kini menyeret Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) NTB H Rosyadi Sayuti dan Kepala Dispenda NTB Hj Selly Handayani diperiksa sebagai saksi, anggota DPRD periode 2009-2014 tidak pernah diberitahu.

“Kalau dewan tahu ada duplikasi anggaran pasti ini tidak akan mungkin terjadi. Karena tidak mungkin dana anggarannya (proyek saluran irigasi desa) sudah ada, tapi dianggarkan lagi dari dana proyek cukai tembakau, ini sudah jelas tidak boleh dimaafkan,” tuturnya.

Dalam catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun, kata Mori, anggaran DBHCHT selalu menjadi masalah dan menjadi temuan, setiap laporan keuangan pemerintah provinsi. Belum lagi dengan program-program lain seperti NTB Bumi Sejuta Sapi (BSS).

Mori menambahkan, pemanggilan dan pemeriksaan Rosiadi Sayuti sebagai saksi oleh Kejati NTB, murni proses hukum dan tidak ada kaitan dengan momentum menjelang pilkada serentak Desember 2015, mengingat Kepala Dinas Dikpora NTB itu saat ini diusung menjadi bakal calon Wali Kota Mataram.

“Kalau ini di bawa-bawa ke politik saya tidak melihatnya. Karena ini murni persoalan hukum, dan Kejati sudah memahami hal ini jauh sebelum Rosiadi mencalonkan diri sebagai bakal calon,” katanya.

Sebelumnya, Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi NTB memeriksa Kepala Dinas Dikpora NTB itu dan sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi NTB, Kamis (25/6), terkait penanganan kasus dugaan korupsi DBHCHT.

H Rosyadi Sayuti diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi, karena diketahui dalam kasus tersebut, dia adalah kuasa pengguna anggaran (KPA), ketika menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB.

Selain mantan Kepala Bappeda NTB itu, penyidik juga memeriksa mantan Kepala Biro Keuangan Sekretariat Daerah NTB Hj Selly Handayani (kini menjabat Kadispenda NTB), serta Kepala Bidang Perekonomian Bappeda NTB Baiq Rosmiawati.

Asisten Pidsus Kejati NTB Suripto Irianto mengatakan, setelah melalui evaluasi, kini kasusnya sudah masuk tahap penyidikan, dan meneliti terkait adanya dugaan anggaran ganda senilai Rp32 miliar.

Peningkatan tahap penanganan kasusnya dilakukan setelah penyidik Kejati NTB menemukan dua alat bukti yang cukup kuat dan dapat dikatakan memenuhi unsur pidananya.

Walaupun telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, namun belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus tersebut. Penyidik sudah membidik calon tersangkanya.

Namun Suripto mengatakan akan berhati-hati dalam menetapkan tersangkanya, karena ia menganggap kasus tersebut masuk kategori yang membutuhkan kejelian dan ketepatan menganalisa sebuah perkara.

Ia mengatakan bahwa proyek yang digelontorkan tahun 2010 dari dana APBN tersebut menyasarkan pada aliran dana ke Dinas Pekerjaan Umum NTB senilai Rp32 miliar di tahun 2013.

Berdasarkan hasil penyidikan sementara, anggaran diduga digunakan untuk proyek pembangunan saluran irigasi desa di NTB pada tahun 2013.

“Sejauh ini, kami melihat anggarannya (proyek saluran irigasi desa) sudah ada, tapi dianggarkan lagi dari dana proyek cukai tembakau,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: