Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKS Fahri Hamzah mengatakan pengunduran massal yang dilakukan dewan pimpinan wilayah (DPW) PKS Bali sebagai bentuk bukti adanya ketidakberesan kepemimpinan Sohibul Iman.
Menurut dia, kepengurusan dewan pimpinan pusat (DPP) hari ini sangat kental membawa culture yang tidak baik dan mengancam eksistensi PKS sebagai sebuah partai politik.
“Apa yang terjadi di Bali itu adalah pembuktian bahwa sejak kepemimpinan baru (Sohibul Iman) di PKS, memang mereka membawa culture yang salah, culture sepihak, culture otoriter, karena mereka selalu menganggap bahwa pimpinan itu sama dengan partai. Sehingga kemauan pimpinan sama dengan kemauan partai,” kata Fahri dalam pesan singkatnya, di Jakarta, Minggu (30/9).
Padahal, sambung Fahri, mereka yang disingkirkan tersebut membawa pemikiran baru bagi partai, agar tidak muncul mentalitas keliru yang menilai atau menyamakan pimpinan dengan partai itu merupakan hal yang sama.
“Kami yang datang membawa pikiran baru di partai, sebenarnya menginginkan agar kesalahan ini mulai disadari, mentalitas untuk menyamakan pemimpin dengan partai itu adalah mentalitas yang keliru,” ucap dia.
“Baik keliru dalam demokrasi dan juga keliru dalam agama,” tambahnya.
Tidak hanya itu, Fahri juga mengutarakan bahwa sejak awal keterpilihan kepengurusan DPP pimpinan Sohibul Iman ini sudah sangat kental aroma ‘otoriter’ nya.
“Sejak mereka terpilih, mereka selalu meminta ketaatan absolut, suruh orang mundur, mengganti orang senaknya saja, memecat orang seenaknya saja, dan dengan pandangan seolah-olah itulah yang disebut dengan ketaatan. Akhirnya, yang tidak melakukan itu dipandang sebagai tidak taat dan membangkang kepada partai,” paparnya.
Ia pun tidak heran bila kemudian muncul gerakan ‘boikot’ yang dilakukan kader PKS secara menyeluruh dan masif. Sebab, sambung dia, kader sudah tidak lagi menemukan culture jamaah yang dulu ada di kepengurusan DPP PKS hari ini. Dimana dulu orang berkasih sayang, toleran, saling bicara tidak sepihak, dan itu kini sudah tidak ada sekarang.
“Padahal sangat manusiawi, semua bisa didialogkan, dan saat ini dialog itu yang hilang sekarang ini, jangan kan kader di bawah orang yang selevel saya saja oleh mereka tidak suka diajak dialog , dan dianggap kalau punya pandangan lain itu artinya anda tidak setuju dengan keinginan partai dan anda dikeluarkan dan dipecat seenaknya saja,” pungkas Fahri.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang