Depok, Aktual.com – Ekonom Universitas Indonesia (UI) Dr Rizal E. Halim menyatakan pernyataan Country Director Bank Dunia Indonesia Satu Kahkonen terkait prediksi pulihnya ekonomi Indonesia pada Agustus 2020 relatif sulit terwujud.
“Hal ini mengingat penyebaran COVID-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda tanda menuju titik kulminasi (titik tertinggi) kemudian turun secara perlahan,” kata Rizal menanggapi pernyataan Kahkonen tersebut, Sabtu (18/7).
Ia mengatakan pemerintah sendiri memprediksi puncak penyebaran COVID-19 pada gelombang pertama ini pada Agustus-September 2020.
“Jika ini benar maka pada Oktober-Desember 2020 adalah menurunnya kurva penyebaran hingga titik tertentu,” katanya.
Sepanjang periode itu, lanjut Rizal ekonomi sulit serta merta pulih tetapi kemungkinan terbesarnya adalah perbaikan tatanan ekonomi secara perlahan (efek transisi). Namun demikian Pemerintah juga perlu berhati-hati potensi munculnya gelombang kedua (second wave COVID-19).
Terlebih lagi ketika tingkat kedisiplinan masyarakat rendah. Jika disimulasikan dengan asumsi tanpa gelombang kedua, pemulihan ekonomi Indonesia paling cepat bisa dirasakan pada 2021.
Namun jika terjadi gelombang kedua penyebaran COVID-19, pemulihan ekonomi paling cepat bisa dirasakan pada akhir 2021 atau bahkan awal 2022. Prediksi ini relatif realistis namun tetap dalam koridor rezim optimistik.
Sebelumnya Country Director Bank Dunia Indonesia Satu Kahkonen menyebutkan ekonomi Indonesia akan mulai terbuka dan kembali pulih dari tekanan dampak pandemi COVID-19 pada Agustus tahun ini.
“Ekonomi Indonesia akan kembali terbuka penuh pada Agustus (tahun ini),” katanya.
Satu menyatakan perkiraan mulai pulihnya ekonomi Indonesia pada Agustus menjadi salah satu dari tiga asumsi Bank Dunia dalam memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini.
Satu menuturkan pihaknya memprediksi ekonomi Indonesia secara keseluruhan untuk tahun ini tidak akan tumbuh atau nol persen.
Hal tersebut selaras dengan proyeksi Bank Dunia terhadap perekonomian global yang akan mengalami kontraksi hingga 5,2 persen pada 2020 sehingga mencerminkan resesi terparah sejak perang dunia kedua. (Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin