Jakarta, Aktual.com – Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menyampaikan dua kekhawatiran atas kerjasama PT Pertamina (Persero) dengan PT Bumi Sarana Migas (BSM) dalam pembangunan Proyek Land Based LNG Receiving and Regasification Terminal di Bojonegara, Banten, Jawa Barat.
Pertama mengenai margin angka penjualan gas yang diambil oleh Pertamina sebagai off taker dari terminal tersebut. Presiden FSPPB, Noviandri memandang, jika harga ditentukan secara sepihak oleh operator, dikhawatirkan akan menjadi beban bagi Pertamina.
Adapun persoalan berikutnya dan hal ini juga telah disampaikannya kepada direksi Pertamina, agar perusahaan BUMN itu tidak mengalami ketergantungan persediaan gas dari terminal itu. Dia menginginkan Pertamina memiliki fleksibilitas dalam menjalankan bisnis gas untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia.
“Tapi yang menjadi kekhwatiran kami, Pertamina terikat harga yang ditentukan sepihak, itu berbahaya. Kemudian jangan sampai Pertamina mengalami ketergantungan terhadap produsi pasilitas terminal itu. Kami sudah mengingatkan direksi mengenai persoalan dua hal ini,” katanya kepada Aktual.com, Rabu (28/12).
Sebelumnya juru bicara Anak perusahaan Kalla Group itu (PT BSM), Nanda Sinaga meyakinkan bahwa perusahaannya memiliki kesiapan untuk merealisasikan proyek yang telah direncanakan sejak tahun 2013 silam.
“Kami memiliki lahan yang sangat cocok untuk proyek infrastruktur tersebut karena lahan kami berada ditepi pantai laut dengan kedalaman yang cukup serta di depan pulau sebagai pelindung ombak untuk disandari oleh kapal LNG terbesar sekelas Q-Flex dan Q-Max,” kata Nanda
Menurut Nanda, ketertarikan Kalla Group dalam membangun proyek ini diawali oleh data Kementerian ESDM dan kajian Wood MacKenzie mengenai Outlook Suplai Gas tahun 2013 – 2030.
Data tersebut menunjukan bahwa Jawa bagian Barat akan mengalami defisit neraca gas yang disebabkan oleh berkurangnya dan akan habisnya (depletion) cadangan gas dari Sumatera serta meningkatnya permintaan akan kebutuhan gas.
Setelah melalui diskusi dan kajian bisnis di internal, Kalla Group memutuskan untuk menunjuk salah satu Konsultan Teknik dari Jepang dalam merancang bangun Terminal Regasifikasi LNG melalui studi kelayakan pendirian Terminal Regasifikasi LNG.
Kemudian dari hasil kajian itu menunjukan bahwa lokasi tersebut sangat ideal untuk dimanfaatkan sebagai Terminal Regasifikasi LNG di Darat (Land-Based Regasification Receiving LNG Terminal).
Atas dasar kajian tersebut, Kalla Group mencari partner untuk pembangunan proyek ini dan telah bersepakat pada awal tahun 2015 dengan partner dari Jepang yang dinilai berpengalaman dalam pengelolaan Terminal LNG dan distribusi gas.
“Proyek Terminal Regasifikasi LNG Darat dengan investasi sekitar Rp10 Triliun ini sepenuhnya akan dibiayai oleh pemenuhan modal pemegang saham serta pinjaman dari Lembaga Keuangan Jepang, yang terdiri dari Lembaga Keuangan Pemerintah Jepang dan Perbankan Jepang,” tandasnya.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka