Jakarta, Aktual.com – Dua pengamat ekonomi kerakyatan Albertus Magnus P. Prabantoro dan Kiki Syahnakri menggugat ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf a dan b dan Pasal 4 ayat (4) UU BUMN di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Keberadaan pasal-pasal tersebut diselewengkan secara normatif dan menyebabkan terbitnya peraturan turunan,” jelas kuasa hukum pemohon, Ius Liona N. Syupriatna, di Gedung MK Jakarta, Senin (5/3).
Adapun peraturan turunan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Persero.
Dalam PP tersebut terdapat tiga BUMN yang dialihkan sahamnya kepada PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (Inalum). Tiga BUMN tersebut, yakni Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang Tbk, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Timah Tbk, serta Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bukit Asam Tbk.
“Pengalihan saham-saham tersebut dilakukan tanpa melalui mekanisme APBN maupun persetujuan DPR RI, apalagi pengalihannya tidak dilakukan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ucap Ius.
Selain itu, implementasi dari Pasal 4 ayat (4) UU BUMN menunjukkan akibat dari penyertaan modal negara pada BUMN lain, maka BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN lainnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid