Jakarta, aktual.com – Dua warga, Syamsul Jahidin dan Ratih Mutiara Louk Fanggi, mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Keduanya meminta agar MK membatasi ruang bagi prajurit TNI untuk menduduki jabatan di luar institusi militer.

Berdasarkan situs resmi MK, Jumat (21/11/2025), permohonan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 209/PUU-XXIII/2025. Mereka menggugat pasal 47 ayat (1) UU TNI yang memuat ketentuan:

Prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional, kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden, intelijen negara, siber dan/ atau sandi negara, lembaga ketahanan nasional, pencarian dan pertolongan, narkotika nasional, pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Mahkamah Agung.

Dalam petitum yang diajukan, keduanya meminta MK:

  1. Menerima dan mengabulkan permohonan pemohon sepenuhnya.
  2. Menyatakan pasal 47 ayat (1) UU TNI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, atau
  3. Menyatakan pasal tersebut inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai:
    “Prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian/lembaga yang membidangi keamanan negara, pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional, intelijen negara, siber dan/atau sandi negara, lembaga ketahanan nasional, pencarian dan pertolongan, pengelola perbatasan, penanggulanan bencana, penanggulangan terorisme, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Mahkamah Agung.”
  4. Memerintahkan agar putusan dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Mereka juga memohon agar apabila majelis hakim memiliki pandangan berbeda, diberikan putusan yang seadil-adilnya.

Pemohon menyebut pasal tersebut memberikan celah terlalu luas bagi prajurit TNI untuk menduduki posisi di lembaga sipil. Mereka menilai aturan itu melahirkan ketidakadilan.

“Bahwa pasal 47 ayat (1) UU TNI yang memberikan keleluasaan bagi prajurit TNI untuk menduduki jabatan sipil tertentu tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan secara nyata menimbulkan ketidakadilan yang bersifat intolerable atau tidak dapat ditoleransi dalam kerangka negara hukum yang demokratis,” ujarnya.

Perkara ini diperiksa oleh Majelis Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Saldi Isra, bersama Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani. Sebelum menutup persidangan, Saldi menyampaikan bahwa permohonan akan dibawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim untuk menentukan langkah berikutnya.

“Nanti Hakim Konstitusi bersembilan, termasuk kami, paling tidak tujuh Hakim Konstitusi yang akan memutuskan, apakah perlu dibawa ke pembuktian atau diputus tanpa pembuktian. Nah itu nanti akan dibahas, semua soal akan dinilai oleh Mahkamah,” jelas Saldi dalam sidang perbaikan permohonan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain