Tim KJRI Jeddah dan pengacara Al Zahrani menemukan sejumlah kejanggalan dan cacat prosedur. Satu yang sangat menonjol dalam kasus mereka adalah tidak adanya pendampingan dari penerjemah bahasa Indonesia, yang kredibel saat proses hukum berlangsung, sehingga pengakuan yang mereka berikan dalam seluruh tahapan proses hukum diragukan keabsahannya, termasuk dokumen pengakuan melakukan pembunuhan.

Temuan tersebut dimanfaatkan oleh pengacara Al Zahrani untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung Arab Saudi. Fakta lain yang membantu pembebasan keduanya adalah adanya pemaafan dari ahli waris korban di Indonesia kepada keduanya.

Serangkaian persidangan dilakukan secara maraton dan pengacara berhasil meyakinkan Mahkamah Agung Saudi dan mengubah hukuman dari hukuman mati menjadi hukuman penjara dan cambuk. Walaupun penuntut umum melakukan upaya banding, pada tahun 2016 Mahkamah Banding bergeming dengan keputusannya yaitu hukuman penjara dan cambuk. Pada awal Oktober 2017, KJRI menerima info bahwa keduanya akan dibebaskan dan dipulangkan ke Tanah Air.

Pemulangan DT dan AHB tidak terlepas dari upaya keras KJRI Jeddah untuk menyelesaikan kasus kedua tenaga kerja wanita itu setelah secara simultan berkoordinasi dengan instansi terkait di Jeddah. Didampingi Staf KJRI Jeddah, keduanya dipulangkan ke Tanah Air pada Jumat (13/10).

“Kasus DT dan AHB ini menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia pada periode Presiden kapanpun konsisten dan komitmen melaksanakan amanat konstitusi dengan memberikan perlindungan kepada WNI di luar negeri termasuk di Jeddah, Arab Saudi,” demikian Konsul Jenderal RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin.

Ant

Artikel ini ditulis oleh:

Antara