Ketua KPK Nawawi Pomolango. Foto: MI/Susanto

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempelajari laporan-laporan mengenai dugaan dana kampanye peserta Pemilu 2024 yang berasal dari illegal mining atau pertambangan ilegal.

Pendalaman dilakukan terhadap laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) maupun dari aduan masyarakat.

Menurut Ketua Sementara KPK, Nawawi Pomolango, proses ini melibatkan Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.

Pendalaman informasi tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur operasional baku (POB) yang telah ditetapkan oleh KPK.

“Kami telah mengikuti prosedur tetap, POB, yang menangani baik laporan hasil analisis PPATK maupun pelaporan dari masyarakat. Telaah awal dilakukan oleh Direktorat PLPM,” ungkap Nawawi dalam pernyataannya terkait laporan dugaan dana kampanye dari illegal mining, pada Selasa (26/12/2023).

Setelah melalui tahap tersebut, hasil telaahan Direktorat PLPM akan diberikan kepada Pimpinan KPK. Pimpinan KPK selanjutnya akan memberikan rekomendasi kepada Direktorat Penyelidikan.

“Nantinya, akan diteruskan kepada Direktorat Penyelidikan dan tentu akan melibatkan pimpinan sebelum diteruskan ke tahap investigasi,” tambahnya.

Dalam memeriksa laporan terkait dana kampanye, Nawawi menegaskan bahwa KPK menjaga netralitasnya dan tidak memiliki konflik kepentingan terhadap kelompok tertentu.

“Kami tidak memiliki konflik kepentingan dalam konteks penegakan hukum semacam itu,” tegasnya.

Sebelumnya, terkait dana kampanye Pemilu 2024 yang diduga berasal dari illegal mining, Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana, telah menyampaikan indikasi tersebut pada acara Diseminasi PPATK pada Kamis (14/12/2023).

Ivan juga mengungkapkan adanya indikasi dana kampanye dari tindak pidana lain, meskipun rincian lebih lanjut tidak diungkapkan.

Sementara itu, terkait dugaan serupa, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) juga melaporkan hal serupa kepada KPK pada Kamis (21/12/2023).

Dalam laporannya, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengungkapkan bahwa pelaku diduga memanfaatkan izin perusahaan yang telah pailit untuk mendapatkan keuntungan.

“Modus operandi pertama adalah menggunakan izin dari perusahaan yang sudah pailit. Bahkan izinnya diberikan dengan tanggal mundur karena perusahaan yang digunakan untuk kegiatan penambangan tersebut telah pailit,” ungkap Boyamin Saiman kepada media di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis (21/12/2023).

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan