Jakarta, Aktual.com – Keluarga Harry Rizky Tafiy menuntut pertanggungjawaban kepada pihak Rumah Sakit (RS) Medika Permata Hijau yang dirasa telah bertindak lalai menangani proses persalinan istrinya, Namira Tri Wahyuni Pulungan hingga bayi laki-laki yang dikandungnya tidak selamat.
Harry menceritakan kronologinya; pada 21 Maret 2018 istrinya melakukan kontrol pertama di Rs Medika Permata Hijau dengan Kurniati Setiarsih, SpOG sebagai doter yang menangani pasien kala itu.
Hasil pemeriksaan dr. Kurniati Setiarsih merekomendasikan agar pasien melakukan pengecekan protein, sebab protein yang berlebih akan menyebabkan sakit kepala yang tak tertahankan dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin (bayi).
Kemudian pasien dimeminta datang kembali pada tanggal 4 April 2018 dengan membawa hasil pengujian protein sebagaimana disarankan.
Tanggal 03 April 2018 pasien melakukan Cek Protein. Setelah pihak Puskesmas mengecek protein pasien, pasien disarankan sesegera mungkin mengantar langsung hasil pengecekan protein tersebut dikarenakan hasil proteinnya ++. Berdasarkan pengecekan tersebut, puskesmas membuat surat rujukan ke RS. Medika Permata Hijau agar pasien segera mendapat penanganan lebih lanjut dari RS. Medika Permata Hijau.
Kemudian tutur Harry, istrinya dibawa ke RS. Medika Permata Hijau bersama surat rujukan dari puskesmas untuk dapat ditangani secara intensif. Namun sangat disayangkan, RS. Medika Permata Hijau melalui petugas administrasi BPJS menolak dan meminta pasien agar pulang oleh karena jadwal kontrol disepakati sebelumnya adalah tanggal 4 April 2018. Di sisi lain pihak rumah sakit menyatakan bahwa jadwal dr. Kurniati Setiarsih, SpOG ada pada tanggal tersebut dan memastikan akan melakukan pemeriksaan terhadap pasien.
Lalu pasien kembali lagi pada 4 April 2018 sebagaimana yang dijadwalkan. Namun kembali dikecewakan, pihak petugas administrasi BPJS rumah sakit menyatakan dr. Kurniati Setiarsih, SpOG sedang cuti dan akan kembali pada tanggal 07 April 2018.
“Padahal kondisi pasien saat itu sungguh sangat memerlukan penanganan medis yang secara cepat, tepat dan intensif mengingat surat rujukan dari puskesmas,” kata Harry secara tertulis, senin (30/4).
Harry menuturkan, pada Sabtu 7 April 2018, istrinya harus menunggu lama tindakan medis dari pihak RS Medika Permata Hijau, untuk menangani proses persalinan yang seharusnya ditangani secara cepat.
“Alasan pihak RS ketika itu dokter bius sedang dalam perjalanan ke RS Sehingga istri saya harus menunggu lebih dari 4 jam tanpa ada kepastian kapan operasi bisa dilakukan,” tuturnya.
Harry mengaku sudah berulangkali menanyakan kepada pihak perawat RS yang bertugas, mengenai kepastian kapan tindakan operasi bisa dilakukan karena istrinya sudah tidak kuat menahan rasa sakit.
Akhirnya, pada pukul 19.30 WIB, Harry mendapat informasi bahwa dokter bius yang akan membantu persalinan telah tiba di RS. yang kemudian mengoperasi istrinya pada pukul 20.30 WIB. Namun setelah operasi dilakukan, Dokter Kurniati Setiarsih SPoG membawa kabar buruk bahwa bayi laki-laki dalam kandungan istrinya sudah tidak bernyawa.
“Kami merasa diperlakukan secara tidak adil, tidak manusiawi, karena pihak RS mengabaikan kondisi psikologis pasien. Tindakan yang cepat tanggap terhadap pasien dengan kondisi khusus, harusnya menjadi kewajiban RS sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku,” tegasnya.
Sejak bayi yang dikandungnya meninggal, Harry mengaku kondisi psikologis sang istri maupun dirinya terganggu.
“Terutama istri saya yang stress karena shock berat atas kejadian tersebut. Ia sudah lama menginginkan anak laki-laki,” tuturnya.
Sampai saat ini ungkapnya, belum ada itikad baik pertanggungjawaban dari pihak RS. Dia berencana membawa kasus tersebut ke jalur hukum.
Saat perihal ini dikonfirmasi kepada Humas RS Medika Permata Hijau, Romy Sukardi, ia belum bersedia memberikan keterangan.
“Tunggu keterangan resmi dari Yanmed ya pak,” kata Romy.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta