“Ketika kita periksa, aset yang diserahkan ke BPPN itu adalah aset PT Dipasena berupa tambak yang sebagian besar macet dan tidak sesuai dengan yang dinyatakan sebelumnya, maka kami minta ke pak Sjamsul untuk diganti karena kami anggap misrespresentasi karena itu kami minta kembali,” kata Glenn.

Jumlah aset yang macet menurut Glenn adalah Rp4,8 triliun.

“Prosesnya dari pihak BDNI menggunakan penasihat (finansial) dari Credit Suisse, kami dari JP Morgan. Waktu untuk menyelesaikan MSAA sangat singkat dan setelah ‘release and discharge’ baru diketahui bahwa sebagian aset itu ternyata tidak sesuai dengan awalnya waktu sebelum ditandatangani ‘release and discharge’, sesuai MSAA kami mengatakan ingin menggunakan pasar klausa tersebut untuk mendapat gantinya,” ujar Glen.

Glenn lalu membuat surat pada 1 November 1999 dengan menyatakan Sjamsul Nursalim telah melakukan misrepresentasi atas kredit petambak sebesar Rp4,8 miliar dan Sjamsul diminta menyanggupi aset mengganti kerugian BPPN tersebut.

Namun Sjamsul mengirim surat balasan pada 12 November 1999 yang isinya menolak menambah aset untuk mengganti kerugian dengan alasan utang petambak termasuk kredit usaha kecil (KUK).

Hingga Glenn tidak lagi menjabat pada 10 Januari 2000, masalah BDNI itu belum dapat terselesaikan.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid