Kendaraan yang terombang-ambing di Perairan Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, akibat tenggelamnya KM Lestari Maju pada Selasa (3/7) siang tadi. AKTUAL/ ISTIMEWA

Jakarta, Aktual.com – Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis menilai kecelakaan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP) yang terjadi secara beruntun di Danau Toba dan Pulau Selayar dalam sebulan terakhir, mengindikasikan pemerintah tidak belajar dari pengalaman sebelumnya.

“Pemerintah seharusnya melakukan evaluasi jika ada kejadian kecelakaan dan melakukan perbaikan kinerja,” kata Fary, di Jakarta, Rabu (4/7).

Kapal motor (KM) Sinar Bangun yang tenggelam di perairan Danau Toba pada pada 18 Juni lalu yang mengangkut sekitar 180-an orang penumpang serta puluhan sepeda motor.

Tak sampai tiga minggu berselang, giliran KM Lestari Maju di perairan Pulau Selayar Sulawesi Selatan pada Selasa (3/7) kemarin yang mengangkut sebanyak 139 orang penumpang dan 48 kendaraan.

Menyikapi kecelakaan dua kapal motor yang membawa penumpang penuh tersebut, Fary memberikan beberapa catatan kepada Pemerintah.

Pertama, kejadian kecelakaan yang berulang dengan lokus berbeda ini mengindikasikan pemerintah tidak belajar dari pengalaman sebelumnya. “Mestinya pemerintah mengevaluasi pada setiap kejadian kecelakaan dan melakukan perbaikan kinerja,” katanya.

Kedua, minimnya pengawasan dari lembaga berwenang menyebabkan kecelakaan sering terjadi. Pengawasan baik personal maupun administratif seperti manifes kapal dan surat-surat jalan, juga pengawasan peralatan dan kalaikan kapal.

“Jadi aneh KM Lestari Maju diduga lambungnya bocor dan beberapa jam sebelumnya ditambal, malah masih bisa beroperasi,” katanya.

Minimnya pengawasan, kata dia, menyebabkan tidak berjalannya prosedur operasi standar (SOP) pelayaran secara maksimal, sehingga terjadi kecelakaan.

“Sudah saatnya pemerintah dan pengelola jasa transoprtasi perairan melakukan evaluasi menyeluruh. Nyawa manusia jangan dijadikan taruhan hanya karena kelalaian regulator dan operator,” katanya.

Ketiga, setiap kecelakaan selalu dikaitkan dengan pertolongan cepat dari Basarnas.

Menurut Fary, berdasarkan prosedur tetap SAR, bantuan yang diberikan Basarnas harus sudah selesai hingga tujuh hari pasca kecelakaan.

Dalam konteks saat ini, kata dia, tidak bisa menuntut Basarnas untuk melakukan “quick response” jika mereka tidak disediakan peralatan yang layak.

“Anggaran Basarnas setiap tahun terus berkurang. Di satu sisi masyarakat ingin Basarnas bekerja optimal, tapi di sisi lain anggaran minim dan peralatan tidak memadai,” katanya.

Keempat, Politisi Partai Gerindra ini menegaskan, kondisi dilematis Basarnas tersebut yang terus disuarakan kepada pemerintah, agar anggaran Basarnas dapat ditingkatkan.

Fary berharap kejadian kecelakaan kapal motor ini harus diantisipasi agar tidak terulang lagi dan belajar merespons kejadian secara tepat dan cepat.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan