Jakarta, Aktual.com – Kepala Program Studi Magister Ilmu Hukum (MIH) Pascasarjana Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Profesor Suteki telah diberhentikan sementara dari jabatannya. Pemberhentian tersebut berdasarkan SK Rektor No 223/UN7.P/KP/2018 tertanggal 6 Juni 2018.
“Alhamdulilah sesuai dengan SK, saya dibebaskan sementara dari tugas, Kaprodi MIH, Ketua Senat FH dan anggota Senat Undip,” demikian tulis Suteki dalam akun facebook pribadinya dikutip Aktual.com di Jakarta, Kamis (7/6).
Suteki diberhentikan karena salah satu unggahan di akun media sosialnya terkait organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pemberhentian sementara ini berlaku selama proses pemeriksaan dari Dewan Kehormatan dan Kode Etik (DKKE).
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla melalui Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta Rektor Universitas Diponegoro menindaklanjuti penonakfian Suteki sebagai Guru Besar lantaran dianggap pro khilafah.
“Rektor saya minta meninjau (Suteki), ditelusuri prilaku, dan verifikasi semuanya,” ujar Nasir di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (7/6).
Sebelumnya, Rektor Undip Profesor Yos Johan Utama mengatakan DKKE akan memeriksa Suteki pada 6 Juni 2018. Ia mengaku sudah menandatangani surat pemberhentian sementara jabatan Suteki sebagai Kaprodi MIH.
“Berlaku untuk siapa pun terduga yang sedang memegang jabatan, dibebastugaskan sesuai PP 53/2010. Saya sudah menandatangani pejabat yang terperiksa,” kata Yos kepada wartawan Kamis (31/5) lalu.
Diketahui, Suteki menjabat sebagai Ketua Senat Fakultas Hukum Undip. Selama 24 tahun mengajar Pancasila dan Filsafat Pancasila dengan 9 mata kuliah hukum lainnya, Suteki merasa rekam jejakya selama ini tak perlu diragukan.
“Hanya karena saya menjadi saksi ahli sidang PTUN Ormas HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) pada 1 Februari 2018, masak saya dikatakan antipancasila dan NKRI?” beber Suteki.
Apalagi, sambung dia, apa yang terjadi padanya sekarang hanya berdasarkan potongan foto dari informasi yang ia jabarkan soal HTI dalam persidangan. “Itu terlalu prematur jika saya anti-Pancasila, bahkan menjadi anggota HTI. Itu tidak ada sama sekali,” ungkap Suteki.
Sekedar informasi, Prof Suteki menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan pencabutan badan hukum HTI di PTUN Jakarta. Sebelumnya Suteki juga menjadi saksi ahli yang diajukan HTI saat menggugat Perpu Ormas di Mahkamah Konstitusi.
Menurut Suteki menjadi saksi ahli merupakan kewajibannya menjelaskan secara keilmuan dalam persoalan kemanusiaan dan hak seseorang dalam berpendapat. Dalam pemeriksaan pertama oleh DKKE, ia mengaku sudah menjelaskan alasan mengapa menjadi saksi ahli soal HTI dalam persidangan.
“Sebagai saksi ahli, saya menjelaskan sesuai dengan kapasitas saya. Tidak ada unsur membela. Saya hanya menyatakan khilafah memang termasuk dalam ajaran islam. Kalau persoalan itu diajarkan di Indonesia belum bisa, itu persoalan lain,” papar dia.
Kata Suteki, kalau memaksakan sistem khilafah di Indonesia barulah tidak boleh.
Meski sudah menjelaskan dirinya bukan HTI, namun hal tersebut menjadi sia-sia jika tidak dipercaya. Hal itu kemudian ia utarakan di media daring Facebook dengan gurauan sumpah pocong soal pembuktian tersebut.
Fadlan Syiam Butho
Artikel ini ditulis oleh: