Terorisme. (ilustrasi/aktual.com)
Terorisme. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Ketua Panitia Khusus revisi UU no 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, M. Syafi’i meminta Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan mengawasi aliran dana asing yang masuk ke Densus 88 Antiteror dan BNPT.

“Kami ingin PPATK mengawasi dana asing ke Densus 88 Antiteror dan Badan Nasional Penanganan Terorisme (BNPT), agar bisa lebih diawasi,” kata Syafi’i, di Jakarta, Selasa (13/9).

Dia mengatakan, Pansus Terorisme menginginkan agar PPATK bekerja profesional melindungi segenap bangsa dan Tanah Air Indonesia.

PPATK diminta tak hanya mengawasi aliran dana ke calon teroris, namun aliran dana ke aparat penegak hukum harus diketahui. “Tidak boleh aparat yang digaji dengan uang negara melakukan pekerjaan dengan bantuan asing,” ujarnya.

Politikus Partai Gerindra itu menjelaskan, pengawasan terhadap calon teroris sudah diatur dalam UU Antiterorisme namun belum diatur mengenai aliran dana di luar APBN diberikan kepada penegak hukum seperti Densus 88.

Menurut dia, hal itu didasari oleh munculnya kasus keluarga Siyono yang diberikan uang senilai Rp100 juta oleh pihak Densus 88 pasca terjadinya kematian Siyono dalam sebuah penggerebekan.

“Keluarga Siyono diberikan uang Rp100 juta oleh komandan Densus, setelah kami periksa, itu bukan dari APBN,” ujarnya.

Dia berharap Polri bekerja profesional dalam melindungi semua masyarakat sehingga diusulkan adanya pengawasan lebih dalam aliran dana asing ke Densus 88. Selama ini tuduhan pihak-pihak yang dituduh terlibat dalam dugaan aksi terorisme, masih ada campur tangan pihak asing.

“Misalnya ada beberapa yang tewas namun tidak diketahui identitasnya lalu ada juga korban salah tangkap,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan pendanaan untuk para teroris melakukan aksinya di Indonesia terbanyak berasal dari Australia.

“Negara yang pernah kirim dana ke Indonesia paling banyak dari Australia,” kata Yusuf saat rapat bersama Panitia Khusus revisi UU nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (8/9).

Dia menjelaskan, Australia mengirimkan dana sebesar kurang lebih Rp88,5 Milliar ke para ‘foreign terorisme fighter’ yang ada di Indonesia.

M. Yusuf menambahkan, frekuensi dana yang masuk dari Australia itu sebanyak 97 kali melalui berbagai cara baik perseorangan atau kelompok.

“Lalu negara lainnya yang juga dianggap banyak mengirimkan dugaan pendanaan terorisme ada di Brunei dengan kisaran Rp2,6 Milliar. Disusul dengan Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan dan Thailand,” kata dia.

 

(ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara