Seruan untuk mereformasi sistem internasional mendominasi Sidang Umum ke-79 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York,AS (24-29 September 2024), ketika para pemimpin dunia dan menteri luar negeri menyoroti ketidakmampuan lembaga-lembaga global dalam menangani konflik yang sedang berlangsung, krisis kemanusiaan, dan tantangan ekonomi. /ANTARA/Anadolu/py

Jakarta, aktual.com – Presiden Prabowo Subianto diagendakan menyampaikan pidato dalam sesi debat umum pada Sidang ke-80 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Presiden menegaskan berkali kali Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina dan menolak penjajahan oleh Israel.

Anggota Komisi I DPR RI Taufiq R Abdullah, menegaskan bahwa bangsa Indonesia, baik rakyat, DPR, pemerintah, maupun berbagai elemen bangsa, tidak melihat isu Palestina semata-mata dari sudut pandang agama. Ia menekankan bahwa dukungan terhadap kemerdekaan Palestina datang dari semua golongan dan keyakinan di Indonesia, namun atas dasar kemanusiaan dan UUD 45.

“Pertama, Indonesia tidak melihat Palestina dari aspek agama. Semua agama di Indonesia mendukung bahwa Palestina harus segera diakui kemerdekaannya,” ujar Taufiq dikutip dari laman dpr.go.id, minggu (21/9)

Politikus PKB ini menambahkan bahwa secara de facto, Palestina sebenarnya telah merdeka. Namun, status kemerdekaan tersebut belum diakui secara resmi oleh banyak negara di dunia. Dalam hal ini, Taufiq merujuk pada hasil pemungutan suara di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di mana sebanyak 142 negara menyatakan dukungannya terhadap pengakuan kemerdekaan Palestina.

“Ini artinya, Palestina telah diakui oleh mayoritas bangsa di dunia,” tegasnya.

Namun ia pun menyoroti peran beberapa negara besar di PBB yang masih berupaya menggagalkan pengakuan resmi tersebut melalui hak veto. Menurutnya, dominasi negara-negara kuat secara ekonomi dan politik dalam proses pengambilan keputusan di PBB sudah saatnya dikaji ulang.

“Yang harus diperbaiki adalah struktur PBB itu sendiri, terutama terkait hak keanggotaan dan pengambilan keputusan. Tidak bisa negara-negara besar terus mendominasi dan memveto suara mayoritas,” jelasnya.

Atas dasar itu ia berharap, seluruh kepala negara di dunia untuk bersatu memberikan tekanan terhadap negara-negara kuat tersebut, agar mekanisme pengambilan keputusan di PBB benar-benar mencerminkan suara mayoritas anggota.

“Saya kira, dengan langkah itu, keputusan PBB yang telah disetujui oleh 142 negara itu harus menjadi keputusan yang sah dan mengikat,” ucapnya.

Untuk diketahui, hanya ada lima negara pemilik hak veto di PBB, ke lima negra ini adalah anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu Amerika Serikat, Rusia, RRC, Prancis, Inggris.

Kelima negara ini memiliki hak istimewa untuk membatalkan (memveto) keputusan atau resolusi substantif apa pun yang diajukan di Dewan Keamanan PBB. Hak veto ini merupakan warisan dari Perang Dunia II.

 

 

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi