Jakarta, Aktual.com — Pemerintah diminta untuk lebih berhati-hati dalam membuat satu kebijakan, pasalnya jangan sampai kebijakan itu membuat dunia usaha semakin terbebani.
Hal ini terkait wacana cukai plastik yang tak hanya akan membebani konsumen, tapi juga akan berdampak pada dunia usaha, terutama sektor makanan dan minuman (mamin).
Menurut pengamat ekonomi dari Indef, Enny Sri Hartati, selama ini dunia usaha masih terbebani dengan ekonomi biaya tinggi. Sehinga susah untuk mewujudkan efisiensi ekonomi usaha.
“Karena jika tidak ada efisiensi dan industri ini masih high cost, maka jangan mimpi industri dalam negeri bisa berdaya saing tinggi,” tutur dia di Jakarta, ditulis Rabu (13/4).
Selama ini, laju pertumbuhan industri relatif masih rendah. Apalagi data Badan Pusat Statistik (BPS) Maret lalu, data impor konsumsi mengalami peningkatan hingga 14% tapi impor bahan baku malah menurun hingga 24%.
“Ini menunjukan bahwa industri kita di semua sektor lumayan sedang mengalami penurunan,” kata dia.
Makanya, jika pemerintah mau menerapkan kebijakan cukai plastik mestinya harus lebih hati-hati lagi mengingat dampaknya cukup serius.
“Antara lain akan mengganggu target inbestasi dan berdampak pada penyerapan tenaga kerja,” papar Enny.
Meski begitu, jika pemerintah tetap ngotot mau menggolkan kebijakan ini, maka perlu dibarengi dengan insentif lainnnya.
“Misalnya, kompensasinya itu bisa berupa insentif, berupa impor bahan baku tarif bea masuknya diturunkan. Ini pasti akan menggerakkan industri,” saran Enny.
Sebelumnya, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman seluruh Indonesia (Gappmi), Adhi Lukman, menyayangkan jika pemerintah jadi menerapkan kebijakan cukai plastik itu.
Pasalnya, tahun lalu saja tanpa kebijakan ini pertumbuhannya tidak postifi. Kata dia, kendati bertumbuh 7,5% justru pertumbuhan itu bukan karena kualitas melainkan gara-gara kenaikan harga.
“Kami sendiri semula menargetkan industri ini dapat bertumbuh 7-8 persen di 2016, tapi pertumbuhan yang berkualitas yakni dapat meningkatkan lapangan kerja, namun jika kebijakan itu (cukai plastik) jadi akan berat,” tutur Adhi.
Apalagi dia mendapat data perkembangan industri di Februari-Maret 2016 ini yang mencatatkan kinerja yang kurang positif.
“Industri ritel turun 1-2 persen, pinjaman perbankan menurun 5 persen, laju otomotif juga minus, hanya industri semen yang meningkat 5 persen,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka