Jakarta, Aktual.com – Penurunan daya beli masyarakat, terutama masyarakat bawah diakui pelaku dunia usaha sudah sangat mengkhawatirkan. Karena penurunan daya beli tak hanya di sektor ritel.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta, mengakui dari informasi yang didapat antar pengusaha, penurunan daya beli tak hanya terjadi di sektor ritel, justru tren penjualan otomotif (mobil), porperti, dan semen juga menurun.
“Artinya penurunan daya beli itu tak hanya terjadi di kelas bawah. Tapi juga di kelas atas terjadi penurunan daya beli, meski di kelas atas lebih tepat menahan belanja. Ada duitnya tapi tak mau belanja. Tapi kondisi itu sudah jadi alarm bahwa ekonomi kita sedang bermasalah,” ungkap Tutum di acara Anomali Perekonomian Indonesia, di Jakarta, Rabu (9/8).
Menurut dia, penurunan daya beli yang tajam ini sudah mengagetkan banyak pihak karena kondisi makro ekonomi diklaim masih positif. Dengan pertumbuhan ekonomi yang masih di kisaran 5 persen.
“Artinya itu antara kondisi makro dan mikro itu tak nyambung. Jangan terlalu mengawang untuk kejar pertumbuhan ekonomi yang maunya di 5,2 persen. Tapi sekarang alarmnya sudah berbunyi (penurunan daya beli). Ini instrumen dari pemerintah segera berjalan. Dan kebijakan yang salah diganti,” jelas dia.
Dia merinci, sektor-sektor ritel yang menurun cukup besar seperti pakaian. Yang masih positif makanan dan mainan anak-anak, tapi trennya terus menurun. Itu yang cukup mengkhawatirkan.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby