Jakarta, Aktual.co —Sistem penyaringan anggaran e-budgeting yang diyakini Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bakal tangkal anggaran siluman di APBD DKI 2015, menuai komentar  Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi.
Bukan soal sukses atau tidaknya e-budgeting menangkal ‘siluman’. Yang dipersoalkan mantan juru bicara Presiden KH Abdurrahman Wahid itu tak lain perkara bahwa program itu ‘mengebiri’ peran legislatif atau DPRD DKI dalam melakukan fungsi pengawasan dan hak budgeting.
“Karena e-budgeting adalah program yang dirancang agar eksekutif berjalan tanpa ada kontrol parlemen,” ujar dia, di seminar di Kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jakarta Timur, Selasa (17/3).
Kata dia, program itu merupakan bentuk dari ‘standarisasi’ yang dipakai organisasi seperti Bank Dunia untuk mengawasi dana yang dipinjamkannya ke pemerintah negara-negara seperti Indonesia. “Dengan memakai sistem e-budgeting maka Bank Dunia bisa memantau kalau ada anggaran yang dibelanjakan tidak sesuai keinginan mereka misalnya,” ucap dia. 
Nantinya, sambung dia, bisa saja Bank Dunia mengharuskan pembelanjaan anggaran menggunakan merek-merek yang juga sudah harus diakui secara internasional, alias sesuai standar yang telah mereka rekomendasikan.
Dengan begitu, kata Adhie, pemerintah dibuat untuk tak lagi perlu mengindahkan usulan legislatif untuk pembahasan anggaran.
Upaya pelemahan, kata Adhie juga dibarengi dengan ‘pembusukan’ terhadap citra lembaga legislatif. “Misal dengan tudingan sebagai sarang siluman, sarang koruptor dan sebagainya yang membuat standing moral mereka (legislatif) rontok di mata masyarakat,” kata dia.
Tak hanya itu, saat ini menurutnya juga ada penyesatan terhadap ‘branding’ e-budgeting di masyarakat yang disebut-sebut seakan merupakan bentuk transparansi anggaran.
“Yang katanya bakal bisa dilihat oleh masyarakat dengan dipampangkan di website. Lah tapi apa gunanya kalau kunci anggaran tetap dipegang oleh mereka (eksekutif) sehingga bisa mereka utak-atik kapan saja itu anggaran karena tanpa ada pengawasan legislatif,” ucap dia. 
Soal ‘kunci mengunci’ anggaran di draf APBD DKI, juga sempat jadi perdebatan alot saat Sekretaris Daerah (Sekda) Saefullah diperiksa Pansus Angket DPRD DKI, (12/3) lalu.
Diperiksa sebagai Ketua Tim Penyusunan Anggaran Daerah (TPAD), Saefullah ‘diberondong’ pertanyaan oleh anggota pansus lantaran pihak eksekutif telah mengunci anggaran yang disebut sudah lolos e-budgeting. Alhasil, usulan anggaran dari dewan tak bisa masuk. Di pertemuan itu, Saefullah berdalih RAPBD DKI 2015 versi Ahok yang dikirim ke Kemendagri sudah berformat E-Budgeting dan telah disempurnakan sesuai hasil pembahasan di komisi-komisi DPRD DKI. 
Kata dia, pembahasan kegiatan di komisi justru tidak bisa  maksimal karena waktu terbatas. Sedangkan ada 13 ribu mata kegiatan dan untuk bahas 6.600 halaman itu tidak cukup dua hari. Selain itu, hasil pembahasan yang keluar di komisi bersifat normatif tanpa ada rincian detail,” kata dia, saat itu.
Untuk menguatkan anggapan bahwa draf APBD versi Ahok sudah menyerap usulan dewan, Saefullah menuturkan kegiatan dan program diambil dari hasil usulan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) kelurahan hingga provinsi. 
“Artinya segala kegiatan yang ada di E-Budgeting sudah disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan,” ucap dia.
Dan kalau usulan kegiatan dan program dari dewan yang disampaikan usai reses, dengan enteng dia mengatakan itu bisa saja masuk anggaran tahun depan.  

Artikel ini ditulis oleh: