Jakarta, Aktual.com – Mantan petinggi Lippor Group, Eddy Sindoro mengetahui seluk-beluk proses pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) atas perkara niaga antara PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media. Pun termasuk soal rencana pemberian uang Rp500 juta untuk Panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Edy Nasution.
Hal ini terungkap dari kesaksian pegawai bagian legal PT Artha Pratama Anugerah, Wresti Kristian Hesti, saat dihadirkan dalam persidangan Edy Nasution, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/10).
Diceritakan Hesti, Edy Nasution mengungkapkan kesediaannya untuk membantu proses pendaftaran PK yang diajukan PT AAL ke PN Jakpus.
“Beliau (Edy Nasution) bilang bisa bantu. Tapi saya gak tahu bantuannya dalam bentuk apa. Tapi katanya, harus kasih Rp500 juta,” ungkap Hesti di depan Majelis Hakim.
Salah satu orang kepercayaan Eddy Sindoro ini pun tak menampik, uang Rp500 juta itu berkaitan dengan bantuan yang diberikan Edy Nasution. “Uang itu untuk proses pendaftaran PK,” jelasnya.
Mengenai uang Rp500 juta dan proses pendaftaran PK, kemudian dilaporkan kepada Eddy Sindoro. Namun, Hesti berdalih bahwa belum ada persetujuan dari Eddy Sindoro untuk memberikan Rp500 juta kepada Edy Nasution.
Oleh karena itu, sehari setelah pertemuan dengan Eddy Sindoro, Hesti kembali menemui Edy Nasution untuk menjelaskan hasil pembicaraan antara ia dengan bosnya.
“Setelah itu saya lapor ke pak Markus dari PT AAL dan Eddy Sindoro. Beliau (Eddy Sindoro) belum setuju, biar pengacar yang tangani. Besoknya saya ke kantor pak Edy Nasution, saya sampaikan kalau saya tidak jadi mengurus PT AAL,” terangnya.
Seperti diketahui, Edy Nasution didakwa oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah menerima uang Rp500 juta dalam bentuk Dollar AS dari kuasa hukum PT AAL, Agustriady.
Menurut sudat dakwaan yang disusun Jaksa KPK, uang Rp500 juta untuk pengajuan PK atas perkara niaga PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media. Pengajuan PK PT AAL dilakukan lantaran adanya putusan Kasasi Mahkamah Agung pada 31 Juli 2013. Dalam putusannya Majelis MK menyatakan PT AAL pailit.
PT AAL pun tak terima dengan putusan MK. Namun, hingga lebih dari 180 hari setelah putusan dibacakan, PT AAL tidak juga mengajukan upaya hukum PK ke MA.
Sesuai Pasal 295 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, batas waktu pengajuan PK adalah 180 hari sejak putusan dibacakan. Jika lewat dari 180 hari, segala upaya hukum PT AAL untuk menangkal putusan MA itu dinyatakan tidak sah.
Tapi, untuk menjaga kredibilitas PT AAL yang juga sedang berperkara di Hongkong, Eddy Sindoro menugaskan Hesti agar mengupayakan pengajuan PK dengan memerintahkan Hesti untuk menemui Edy Nasution di PN Jakpus pada Februari 2016.
Kemudian, pada medio Februari 2016, PT AAL menunjuk kuasa hukum di antaranya yakni, Dian Anugerah Abunaim dan Agustriady. Penunjukkan kuasa hukum inilah yang kemudian dijadikan alasan bahwa putusan Kasasi belum pernah diterima, karena surat putusan dikirimkan kepada kuasa hukum yang lama.
Alasan tersebut juga jadi alasan Edy untuk menerima pendaftaran PK PT AAL. Atas pengurusan PK tersebut, Edy menerima uang sebesar 50.000 Dollar AS dari Agustriady.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan