Jakarta, Aktual.com — Politikus PDIP Effendy Simbolon menilai ada pertarungan dua kongsi di balik isu audit anak usaha PT Pertamina (Persero) yakni Petral dan polemik PT Freeport Indonesia. keduanya adalah kongsi Ari Soemarno (eks Dirut Pertamina 2004) bersama Rini Soemarno (Menteri BUMN) dan Sudirman Said (Menteri ESDM) dan kongsi Muhamad Riza Chalid yang disebut-sebut sebagai pengusaha yang bisa mengendalikan Petral.

“Menurut saya ini adalah persoalan konflik internal antara Ari CS, Rini dan Sudirman Said, dengan kelompok M Riza. Nama yang di sebut inisial R itu, Muhamad Riza, susah amat sih sebut nama begitu saja. Kenapa? Setya Novanto tidak anda bikin inisial? Kok Muhamad Riza anda takut. Muhamad Riza Chalid. Jelas ini. Andaikata tidak ada nama Muhamad Riza dalam pertemuan Setnov dan Freeport itu, ini ga menarik ini,” kata Effendy dalam acara diskusi di salah satu TV Nasional di Jakarta, ditulis Rabu (18/11).

Ia pun menjelaskan, apa yang saat ini telah dilakukan Sudirman Said merupakan wujud aksi balas dendam kepada kongsi Muhamad Reza Chalid. “Jadi bayangkan, Sudirman Said hanya balas dendam kepada kongsinya dulu. Ini kan soal pecah kongsi aja,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut Effendy juga sempat mengkritisi audit forensik Petral yang dilakukan oleh auditor asing Kordamentha. “Ini jelas tidak bisa, masa Pertamina sendiri yang mengorder dan membayar auditor untuk memeriksa Pertamina sendiri? Tidak bisa begitu. Harus pemerintah yang memberi tugas kepada auditor, sekalipun itu auditor independen,” ungkapnya.

Sehingga, lanjut dia, publik tidak bertanya-tanya apa maksud dan tujuan auditor tersebut. Terlebih, jika dilihat kurun waktunya hanya diaudit sejak 2012-2015.

“Kenapa tidak dibuat sejak 2004, yang jelas-jelas di sana Dirutnya Ari Soemarno, kemudian saat 2008 juga Sudirman menjabat sebagai Vice Presiden (VP) Integrated Supply Chain (unit usaha Pertamina bentukan Ari Soemarno). Kami berterima kasih sudah ada upaya titik buka untuk bagaimana kita membenahi tata niaga migas ini, juga soal Freeport. Tapi jangan lupa, ada hal terselubung dalam permasalahan ini, ada kepentingan Rini Soemarno, Sudirman Said di dalam pergulatan bisnis di dalam istana. Harus dibuka juga, ada apa kemudian ujug ujug, saya berani menantang ini. Sebersih apa dia?,” terangnya.

Sebagai informasi berdasarkan data yang diperoleh, diketahui Sudirman Said sewaktu menjabat VP ISC, pada tahun 2009 dalam beberapa pengadaan (Minyak Mentah dan BBM) kerap melakukan inefisiensi bahkan cenderung melakukan ‘mark up’ dan merugikan pertamina. Sudirman melakukan pembelian (Minyak Mentah dan BBM) dengan harga alfa (diluar MOPS) tertinggi hingga US$6,50/barel. Padahal pembelian sebelumnya tidak pernah mencapai angka setinggi itu (rata-rata US$3/barel). Sampai akhirnya ISC era Sudirman Said dilikuidasi (Maret 2009), dan harga alfa (dilluar MOPS) kembali ke angka kisaran US$3/barel.

Hal ini diketahui dalam beberapa Purchasing Order (PO) nomor 121/TOO300/2009-SO , tanggal 21 Januari 2009, Nilai alfa (diluar MOPS) US$6,50/barel, No PO 116/TOO300/2009-SO, nilai alfa (diluar MOPS) US$5,70/barel tertanggal 20 Januari 2009 dan PO 113/TOO300/2009-SO tertanggal 20 Januari 2009, seharga alfa (Diluar MOPS) US$5,95/barel. Semua dokumen tersebut ditandatangani oleh VP Procurement, Sales dan Market Analysis, Daniel Purba. Saat ini Daniel Purba pun menjabat sebagai VP ISC Pertamina.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan