Jakarta, Aktual.co — Ekonom Bank DBS Gundy Cahyadi mengaku sepakat dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Selain mengurangi tekanan terhadap defisit fiskal dan neraca pembayaran, pengurangan subsidi akan menekan penyelundupan BBM. Pemerintah bisa mengalihkan dana subsidi untuk program yang berdampak lebih luas bagi publik, seperti pembangunan infrastruktur.
“Dengan kenaikan BBM Rp2.000 per liter, defisit neraca pembayaran akan turun dari tiga persen ke kisaran 2,7 persen PDB pada 2015,” kata Gundy di Jakarta, Kamis (13/11).
Sedangkan, lanjutnya, jika dinaikkan Rp3.000 per liter, defisit neraca pembayaran akan menurun ke level 2,5 persen PDB. Kedua opsi ini akan membuat profil risiko ekonomi Indonesia membaik.
“Kenaikan harga BBM juga ditunggu oleh investor. Langkah tersebut memberikan sinyal kuat bahwa Pemerintahan Jokowi menjalankan program reformasi ekonomi. Mereka berharap harga BBM dinaikkan sebesar Rp3.000 per liter sejak beberapa bulan,” ucap Gundy.
Soal waktu kenaikan harga BBM, kata dia, lebih cepat maka akan lebih baik. Pasalnya, persoalan defisit neraca pembayaran yang terus menghantui pasar, bisa segera teratasi dan akan berdampak positif bagi Rupiah. Faktor ini pun berpengaruh besar terhadap prospek pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi ke depan.
Selain itu, menanggapi rencana kenaikan harga BBM di tengah penurunan harga minyak mentah internasional, Gundy berpendapat bahwa langkah ini tetap harus dilakukan. Sebab selisih antara harga BBM bersubsidi dan non-subsidi masih terlalu besar, yaitu rata-rata 40 persen.
“Apalagi, gejolak harga minyak dan nilai tukar rupiah juga belum menentu,” tandasnya.
Untuk diketahui, Neraca pembayaran adalah suatu pembukuan yang menunjukkan aliran pembayaran yang dilakukan dari negara-negara lain ke dalam negeri, dan dari dalam negeri ke negara-negara lain. Pembayaran-pembayaran yang dilakukan tersebut meliputi penerimaan dari ekspor dan pembayaran untuk impor barang dan jasa; aliran masuk penanaman modal asing dan pembayaran penanaman modal ke luar negeri; dan aliran ke luar dan lairan masuk modal jangka pendek (seperti mendepositkan uang di luar negeri).
Dua neraca penting dalam suatu neraca pembayaran adalah neraca perdagangan dan neraca keseluruhan. Neraca perdagangan menunjukkan perimbangan di antara ekspor dan impor. Sedangkan neraca keseluruhan menunjukkan perimbangan di antara keseluruhan aliran pembayaran ke luar negeri dan keseluruhan aliran penerimaan dari luar negeri. Defisit neraca pembayaran berarti pembayaran ke luar negeri melebihi penerimaan dari luar negeri. Salah satu faktor penting yang menimbulkan defisit tersebut.
Defisit dalam neraca pembayaran menimbulkan beberapa akibat buruk terhadap kegiatan dan kestabilan ekonomi negara. Defisit sebagai akibat impor yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan dalam negeri dengan barang impor. Harga valuta asing akan meningkat dan menyebabkan harga-harga barang impor bertambah mahal. Kegiatan ekonomi dalam negeri yang menurun mengurangi kegairahan pengusaha-pengusaha untuk melakukan penanaman modal dan membangun kegiatan usaha baru.
Dengan demikian, sama halnya dengan masalah pengangguran dan inflasi, masalah defisit dalam neraca pembayaran dapat menimbulkan efek yang buruk ke atas prestasi kegiatan ekonomi dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka