Jakarta, Aktual.co — Ekonom dari Universitas Widya Mandira Kupang Dr Thomas Ola Langoday mengatakan kebijakan penurunan harga bahan bakar minyak saat ini harus menguntungkan atau tidak membebani masyarakat dalam upaya mempertahankan hidup karena tingginya harga kebutuhan pokok.
“Kalau kebijakan penurunan harga BBM itu tidak diikuti dengan penurunan harga barang dan jasa di pasaran yang sudah terlanjur dinaikkan sebagai dampak dari kenaikan BBM November 2014 itu, maka tidak memberi manfaat dan keuntungan bagi masyarakat kecil,” katanya di Kupang, Jumat (16/1).
Dekan Fakultas Ekonomi Unwira Kupang itu mengatakan hal tersebut terkait Presiden Joko Widodo mengumumkan penurunan harga premium menjadi Rp6.600 per liter, solar menjadi Rp6.400 per liter, elpiji 12 kg menjadi Rp129.000 per tabung dan semen yang diproduksi BUMN turun Rp3.000 per zak, yang berlaku mulai Senin (19/1) pukul 0.00 WIB.
Ia menilai harapan Pemerintah agar terjadi penurunan harga di berbagai sektor menyusul kebijakan menurunkan harga jual bahan bakar minyak jenis premium dan solar tidak tegas, sehingga tidak diikuti produsen barang dan jasa yang bersentuhan langsung dengan masyarakat kecil.
Misalkan, kata dia, menteri melaporkan ke masyarakat harga semen Indonesia group turun ke masyarakat, diharapkan (biaya-red) produksi yang lain turun maka (harga jual-red) ikut turun, tetapi tidak ada semacam instrumen sebagai dasar agar segera dilakukan penyesuaian seiring dengan penurunan harga BBM.
“Ini malah memberi kebijakan kepada pengelola SPBU menyesuaikan penurunan itu pada Minggu, agar pengusaha tidak mengalami kerugian dari pada kebijakan yang berefek positif terhadap penurunan harga kebutuhan pokok serta jasa transportasi dan lainnya sehingga tidak meresahkan masyarakat karena kebijakan itu,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka
















