Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Seskab Pramono Anung (kanan) memimpin Rapat Terbatas bersama Menteri Kabinet Kerja bidang Ekonomi membahas kebijakan pemangkasan izin ivestasi sebagai implementasi Paket Kebijakan Ekonomi II di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (1/10). Pemerintah juga menyiapkan Paket Kebijakan Ekonomi III berupa stimulus dan insentif jangka pendek dan panjang kepada masyarakat dan dunia usaha yang diharapkan dapat diterbitkan awal Oktober 2015. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/pd/15

Jakarta, Aktual.com — Ekonom Universitas Indonesia (UI), Rizal Edi Halim mengungkapkan, Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) X yang dikeluarkan oleh pemerintahan Jokowi dianggap terlalu berlebihan. Kebijakan tanpa memandang substansi pertumbuhan ekonomi yang mesti didorong.

Kebijakan yang umumnya mengandung semangat untuk mempermudah investasi asing tersebut justru dikhawatirkan hanya akan mengancam industri domestik dan sumber daya manusia lokal.

“Jadi paket kebijakan ekonomi ini kesannya, terlalu banyak kebijakan, saya kira justru paket ini mengakibatkan sensitive kebijakan. Pembukaan kesempatan terhadap investasi asing ini harusnya tetap mempertimbangkan kepentingan domestiknya,” papar Rizal kepada Aktual.com, Senin (15/2).

Rizal menuturkan, seperti yang diketahui bahwa per 1 Januari 2016 lalu pemberlakukan MEA telah diterapkan. Dalam situasi ini, pemerintah terkesan tidak memikirkan industri domestik atau dalam negeri apakah sudah dipersiapkan.

Mestinya paket kebijakan ekonomi pemerintah saat ini lebih ke arah bagaimana memikirikan industri domestik dan sumber daya manusianya.

“Sumber daya sudah kita siapkan apa belum, itu yang tidak pernah kita fikirkan. Pemerintah beranggapan kalau asing masuk itu akan membuat industri efisien. Nah tidak seperti itu juga. Karena namanya pelaku usaha semua itu sama. Bisnis motif keuntungan jauh lebih diutamakan, industri kita tentunya akan terancam,” tuturnya.

Selanjutnya, apakah dengan dibukanya selebar-lebar investasi asing ini akan membuat mekanisme pasar lebih efisien belum tentu juga.

“Karena kenapa, justru jangan sampai kita mirip Thailand. Atau mirip dengan negara-negara yang sangat terbuka. Akhirnya susah kita meningkatkan perekonomian secara demostik kita,” paparnya.

Mestinya, paket kebijakan ekonomi Jokowi, dikeluarkan dengan asumsi untuk mendorong perekonomian dalam negeri semakin diperkuat.

“Misalnya industri otomotif, kita tidak punya, timbul tenggelamlah industri otomatif kita,” ujarnya.

Rizal menilai, selama ini kebijakan ekonomi Jokowi terkesan agresif dengan semangat mempermudah investasi, paket ini bertujuan menarik investasi asing.

“Menarik arus dan aliran modal masuk itu kan instrumennya macam-macam, jadi bisa melalui instrumen moneter maupun instrumen fiskal. Ini PKE X ini  kan mnggunakan fiskal,” nilainya.

Tetapi, lanjut Rizal, pemerntah jangan salah bahwa mestinya yang dipersiapkan terlebih dahulu mestinya kesiapan industri dalam negeri.

“Kita perlu menata dulu industri dalam negeri kita, menata dulu sumber daya kita, kemudian kita membuka, karena kalau tidak, pelaku domestik kita bisa tersingkir, berpotensi tergerus, terancam hilang. Ada pelaku asing beroperasi di negeri kita,   apakah kita anti asing?, tidak, cuma perlu mekanisme, misalnya dia masuk, sekian persen tenaga kerja kita, ada mekanisme yang memang kita siapkan, sehingga aliran modal yang masuk itu, bermanfaat dan berkonstribusi bagi proses pembangunan nasional,” ungkapnya.

Menurut Rizal, yang harus dibenahi jika ingin menarik investasi asing adalah kesiapan SDM, birokrasi, kemudahan usaha, penegakan hukum.

“Bukan berarti harus membuka 100 persen kemudian asing masuk. Itu tidak akan efektif, ya bagaimana kebijakan, birokrasi, iklim investasi, masalah hukum. Jangan sampai investasi asing masuknya gampang, keluarnya susah. Itu yang mesti difikirkan pemerintah,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan